MALANG, CEKLISSATU - Coretan atau bandalisme dinding dengan hujatan dan makian menghiasi Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah tragedi yang menewaskan ratusan penonton pada Sabtu 1 Oktober malam.

Beberapa diantaranya bertuliskan kode 1312 yang merujuk urutan abjad pada akronim ACAB dengan singkatan all cops are bastards. 

Akronim ini merupakan bagian dari ketidakpuasan sekelompok orang yang tidak puas dengan kinerja polisi. 

Coretan di dinding stadion itu seolah menjadi ekspresi kemarahan sejumlah orang atas Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban seratusan orang meninggal dunia.

Dikutip dari CNNIndonesia.com di Stadion Kanjuruhan, coretan 1312 dan ACAB mulai terlihat pada Selasa 4 Oktober pagi. Tulisan itu umumnya dibuat dengan cat semprot.

Sejumlah coretan lain yang terpampang di stadion itu di antaranya 'polisi pembunuh', 'gas air mata vs air mata ibu', 'god will pay cash', 'no justice no peace', 'tendang, lari, ngarang', dan 'usut tuntas'.

Coretan-coretan ini sebelumnya tidak banyak terlihat hingga Senin 3 Oktober malam, sekitar pukul 21.00 WIB. Saat ada kegiatan tahlilan di Kanjuruhan, coretan-coretan itu belum ada. Diduga, aksi coret-coret itu dilakukan pada tengah malam.

Baca Juga : PSI Deklarasi Ganjar Capres, Giring Nidji Dibully Netizen

Tak ada upaya penghapusan coretan tersebut hingga Selasa 4 Oktober sore.

Banyak warga berfoto dengan latar coretan tersebut. Mereka seakan mendukung isi pesan coretan tersebut.

"Usut tuntas. Polisi harus tanggung jawab. Tangkap Panpel Arema," kata dua orang pelajar yang sedang berfoto dengan latar coretan ACAB dan kode 1312.

Foto: lenteratoday.com

Seorang pedagang di Stadion Kanjuruhan mengaku tidak tahu kapan coretan di dinding itu dibuat. Menurutnya, saat pulang berdagang pada Senin 3 Oktober sore, belum ada coretan bernada kritis tersebut.

"Saya enggak tahu. Kemarin belum ada. Ini pagi pas mau buka warung sudah ada begini. Ya, mau gimana lagi. Ini kan suara hati mereka yang kecewa kawan-kawannya meninggal pas Sabtu kemarin," ucap salah satu pedagang.

Sutrisno, salah satu Aremania atau fan Arema FC datang melihat situasi Stadion Kanjuruhan. Dia pun tidak tahu siapa yang membuat tulisan tersebut. Menurutnya, tidak penting siapa yang mencoret-coret itu.

"Yang penting kan isinya, bukan siapa yang nyoret. Kalau dibaca kan, isinya minta usut tuntas kejadian pada 1 Oktober itu. Itu pesan pentingnya. Kalau bisa jangan dihapus sampai ada yang jadi tersangka," kata Sutrisno.

Tak hanya di area stadion, banyak pula spanduk bernada protes bertebaran di sepanjang Jalan Malang Raya. Kebanyakan isinya mengkritisi, menghujat, serta mengutuk aksi kekerasan polisi dan penembakan gas air mata ke arah penonton.

Baca Juga : Pintu Stadion Kanjuruhan Terkunci, Security Officer Arema FC Kena Sanksi Seumur Hidup

Tidak semua spanduk bertuliskan ACAB 1312. Namun, umumnya nada protes itu minta aparat penegak hukum mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan seratusan orang.

"Yang memasang spanduk-spanduk itu ya anak-anak sini. Mereka kan Aremania. Kalau buat saya enggak apa-apa. Ini kan suara hati mereka. Daripada spanduk politik mendingan spanduk arek-arek Malang," kata seorang pedagang di Kota Malang.

Penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian diduga menjadi pemicu kerusuhan yang mengakibatkan seratusan orang meninggal dunia pada tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10) malam.

Tragedi Kanjuruhan memakan korban 125 orang meninggal berdasarkan data Polri. Sedangkan data Dinas Kesehatan Malang menyebut jumlah korban meninggal yaitu 131 orang. Jumlah yang jauh berbeda dicatat Aremania, pendukung Arema FC, yakni mencapai lebih dari 200 orang.

Hingga kini polisi masih melakukan investigasi. Pemerintah pun membentuk tim independen pencari fakta untuk mengurai persoalan. Inilah tragedi terbesar sepanjang sejarah sepak bola Indonesia, bahkan yang paling mematikan kedua di dunia.