BANDUNG, CEKLISSATU-- Ditengah-tengah capaian stunting yang kian membaik hingga penghujung tahun ini, memberikan angin segar bagi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat untuk terus berupaya mewujudkan amanat presiden dalam percepatan penurunan stunting ke angka 14 persen pada 2024 mendatang. 

Tercatat, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevelensi stunting pada 2021 sebesar 24,5 persen dan mengalami penurunan sebesar 4,3 poin menjadi 20,2 persen di tahun 2022. Ditengah kondisi yang mulai mendekati harapan, tantangan baru kini harus di hadapkan BKKBN untuk menggapai penurunan yang jauh lebih baik pada tahun 2023 ini.

Bagaimana tidak, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Barat mencapai 8.31 persen atau setara dengan 2,13 juta orang.

Baca Juga : Korps Brimob Bentuk Tiga Satuan Komando Wilayah Baru


 Sontak saja, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi BKKBN Jawa Barat untuk memuluskan target Presiden dalam percepatan penurunan Stunting.

Plt Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Dadi Ahmad Roswandi mengatakan, secara langsung jelas saja hal itu akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi seimbang yang menjadi permasalahan dasar terbentuknya stunting. Akan tetapi, hal tersebut bisa diminimalisir dengan tingginya pengetahuan masyarakat.

“Memang erat kaitannya kesejahteraan masyarakat, kemiskinan, pengangguran ini dengan stunting, karena ketika masyarakat itu tidak sejahtera pasti akan sangat sulit untuk pemenuhan gizi seimbang di keluarganya, tetapi dengan pengetahuan semuanya bisa diatasi, karena sejatinya tidak semua makanan bergizi itu memerlukan biaya yang mahal,”ungkapnya.

Dadi menggambarkan, seperti protein hewani yang dibutuhkan anak maupun janin yang berada dikandungan, tidak selalu protein hewani bisa didapatkan dari salmon ataupun daging sapi semata namun ada protein hewani ramah kocek yang bisa menjadi pilihan masyarakat seperti telur, ikan lele, nila, dan berbagai jenis protein hewani lainnya.

“Nah permasalahannya tinggal dari kesadaran orangtuanya itu sendiri, apakah lebih mementingkan membeli sebungkus rokok yang saat ini mungkin untuk sebagian orang menjadi kebutuhan penting atau justru mengabaikan masa depan anak anak kita untuk ke egoisan semata,”jelasnya.
Apalagi menurut Dadi, bonus demografi khususnya untuk Jawa Barat, menjadi keniscayaan yang akan terjadi, sehingga sudah selayaknya generasi penerus bangsa asal Jawa Barat ini di persiapkan sebaik mungkin sejak di dalam kandungan.

“Jangan sampai anak anak kita justru terdampak akibat stunting yang akhirnya akan bukannya menjadi aktor utama dalam bonus demografi jawa barat melainkan menjadi beban yang harus di tanggung Negara dan keluarga,”terangnya.

“Cegah stunting itu tidak susah dan tidak harus mahal, yang terpenting ada kesadaran dan kepedulian terhadap anak anak kita sejak saat kandungan,”ungkapnya.