JAKARTA,CEKLISSATU - Lebih dari 40 orang meninggal dan 56 lainnya terluka setelah menerima kekerasan dari tentara dalam menindak demonstrasi anti-PBB di kota Goma, Kongo Timur, pada Rabu (30/8), kata pemerintah Kongo.

Pasukan Kongo membubarkan paksa demonstrasi tersebut yang menentang misi perdamaian PBB dan organisasi asing lainnya setelah rekaman penyerangan terhadap seorang polisi beredar di media sosial. Reuters tidak dapat memverifikasi rekaman tersebut.

Pada Kamis (31/8), pemerintah menyatakan bahwa jumlah korban tewas mencapai 43 orang, dengan 158 orang lainnya ditahan. Mereka juga mengumumkan akan melakukan penyelidikan terkait insiden ini.

"Kami sangat khawatir dengan setidaknya 43 orang tewas, termasuk seorang polisi, dan 56 terluka," kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani, 

Rekaman yang dapat dipastikan yang kebenarannya memperlihatkan tentara sedang mengumpulkan jenazah dan mengangkutnya dalam sebuah truk konvoi kemudian meninggalkan Goma.

Kepala cabang Palang Merah Internasional di Goma, Anne-Sylvie Linder, mengatakan kliniknya menerima sejumlah besar korban dengan luka serius akibat tikaman dan tembakan setelah protes tersebut.

"Beberapa di antaranya sudah meninggal saat mereka tiba di sini," katanya.

Misi perdamaian PBB di Kongo Timur, yang dikenal sebagai MONUSCO, menyampaikan belasungkawa dalam sebuah pernyataan dan mengatakan tetap khawatir terhadap ancaman kekerasan.

Misi tersebut juga menyatakan "mendorong otoritas Kongo untuk melakukan penyelidikan segera dan independen serta meminta perlakuan manusiawi terhadap mereka yang ditahan dan menghormati hak-hak mereka."

Misi ini telah menghadapi protes sejak 2022 yang dipicu sebagian oleh keluhan bahwa mereka gagal melindungi warga sipil dari dekade kekerasan milisi. 

Protes anti-MONUSCO pada Juli 2022 menyebabkan lebih dari 15 kematian, termasuk tiga pasukan perdamaian di Goma dan kota Butembo.