JAKARTA, CEKLISSATU - Dua pria asal China datang ke Indonesia menggunakan paspor palsu Meksiko. Dia akhirnya diamankan petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Timur. 

Koordinator Penyidikan Dirjen Imigrasi Kemenkuham Hajar Aswad mengatakan dua WN China bernama Chen Yongtong (CY) dan Wu Jinge (WJ) masuk ke Indonesia pada tanggal 16 Januari 2022 menggunakan paspor berkebangsaan Meksiko dengan visa kunjungan untuk bisnis. Sponsor kedua WNA itu adalah PT Gunung Agung Kontraktor.

Penangkapan dua warga negara China itu bermula ketika WJ mengurus perpanjangan izin tinggal kunjungan (ITK) di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Timur. 

Saat itu petugas telah menaruh curiga. WJ lalu dibawa ke ruangan Kantor Imigrasi untuk dimintai keterangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan itulah, didapati nama CY.

"Tapi berdasarkan data perlintasan dan keimigrasian keduanya dari Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian," kata Aswad saat konfrensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu 24 Agustus 2022. 

Setelah WJ diperiksa oleh petugas di Kanim Jakarta Timur, didapatilah CY, karena keduanya masuk Indonesia bersamaan. 

Petugas imigrasi segera menangkap CY di apartemennya, kawasan Taman Sari, Jakarta Barat. Saat itu CY menunjukan paspor Meksiko. 

Petugas langsung mengonfirmasi keaslian paspor Meksiko tersebut ke kedutaan besar. 

"Paspor Meksiko yang digunakan terkonfirmasi palsu. Ini kami ketahui berdasarkan konfirmasi dari Kedutaan Besar Meksiko yang menyatakan bahwa paspor tersebut tidak terdaftar," terang Aswad.

Dalam pemeriksaan, keduanya mengaku memiliki paspor Meksiko sejak 2019. Paspor dibuat lewat perantara yang tidak dikenal dengan membayar sejumlah uang. 

"Mereka bermaksud menggunakan paspor tersebut untuk memuluskan perjalanan mereka menuju negara lain, karena sebatas yang mereka ketahui, paspor Republik Rakyat Tiongkok (RRT) hanya dapat digunakan ke beberapa negara saja," tutur Aswad. 

Atas perbuatannya, kedua warga Tiongkok itu disangkakan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Keduanya terancam hukuman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.