JAKARTA, CEKLISSATU - Melesatnya emas tidak bisa dilepaskan dari kabar baik inflasi Amerika Serikat (AS). Inflasi AS tercatat 0,4% (month-to-month/mtm) dan 7,7%(year-on-year/yoy). Inflasi tersebut lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan inflasi AS akan menyentuh 0,6% (mtm) dan 7,9% (yoy).

Harga emas menguat lebih 2% ke level tertinggi pada Kamis 11 November 2022.

Harga emas di pasar spot naik 2,8% menjadi US$ 1.753,34 per ons dan harga emas berjangka AS melonjak 2,5% menjadi US$ 1.756,90.

Baca Juga : Inflasi Eropa 'Meledak', Resesi Tertinggi Sepanjang Sejarah

Performa gemilang emas dalam sepekan terakhir memang terbilang luar biasa. Sejak Jumat pekan lalu, atau dalam sepekan, harga emas sudah melonjak 4,34% secara point to point. 

Dalam sebulan, harga emas juga melesat 5,3% sementara dalam setahun masih anjlok 5,8%.

Harga emas sangat sensitif terhadap suku bunga AS, karena hal ini meningkatkan biaya peluang memegang emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil.

Melandainya inflasi AS semakin menguatkan harapan jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan melonggarkan kebijakan.  Terlebih, tingkat pengangguran AS juga naik ke 3,7% pada Oktober.

"Saat inflasi melandai, ada kemungkinan bahwa The Fed akan memperlambat kenaikan suku bunga. Emas kini siap merangkak naik," ucap Direktur Perdagangan Logam High Ridge Futures David Meger, seperti dikutip dari Reuters.

Mengikuti data AS, dolar turun 2% ke level terendah hampir 2 bulan, membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.

Adapun imbal hasil Treasury AS 10-tahun turun ke level terendah 1 bulan.

Dana berjangka Fed sekarang memperkirakan peluang 72% kenaikan 50 basis poin pada pertemuan kebijakan Fed Desember.