JAKARTA, CEKLISSATU - Dengan potensi karbon yang besar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia dengan tetap konsisten membangun dan menjaga ekosistem karbon di dalam negeri.

Indonesia memiliki target mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen (tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional) atau sebesar 43,2 (dengan dukungan internasional) dari tingkat emisi normalnya (atau Business As Usual) pada 2030.

Untuk itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan secara resmi Bursa Karbon Indonesia yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan penetapan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Izin usaha Penyelenggara Bursa Karbon telah diberikan kepada BEI oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Keputusan nomor KEP-77/D.04/2023 pada 18 September 2023 lalu.

Baca Juga : Jaga Kelestarian Alam dan Tekan Emisi Karbon JMI Tanam Mangrove Untuk Indonesia

Jokowi menyampaikan Bursa Karbon Indonesia merupakan kontribusi nyata Indonesia bersama dunia melawan krisis akibat perubahan iklim. 

“Hasil perdagangan karbon akan direinvestasikan pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon,” kata Jokowi seperti dikutip dari keterangannya pada Selasa 26 September 2023.

Sementara itu Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, pendirian Bursa Karbon Indonesia merupakan momentum bersejarah Indonesia dalam mendukung upaya Pemerintah mengejar target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai ratifikasi Paris Agreement.

“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangankan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu," kata Mahendra.

Mahendra melanjutkan, tujuan yang sangat penting dari perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan nilai ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon ini, 

“Ini semua guna tercapainya target NDC (Nationally Determined Contributions) dari pemerintah Indonesia dan optimalisasi potensi Indonesia sebagai negara produsen unit karbon,” ujar Mahendra. 

Untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan perdagangan perdana unit karbon di Bursa Karbon, berdasarkan data dari Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.

Selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon di Indonesia kedepan juga akan diramaikan oleh sektor lain yang merupakan sektor prioritas pemenuhan NDC seperti sektor Kehutanan, Pertanian, Limbah, Migas, Industri Umum dan yang akan menyusul dari sektor Kelautan. 

“Di awal perdagangan karbon ini, secara bertahap akan dilaksanakan perdagangan dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, dimulai dari emisi (Emission Trading System/ ETS) ketenagalistrikan dan sektor kehutanan,” tutup dia.