BOGOR, CEKLISSATU - Fakultas Teknik dan Sains (FTS) Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor berkolaborasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Kota Bogor sukses selenggarakan Focus Group Discussion (FGD).

Bertempat di Istana Ballrom Hotel Salak The Herittage, FGD membahas Penyusunan Kajian Antisipasi Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan di Kawasan Jalan Otista Kota Bogor Terhadap Pergerakan Lalu Lintas dan Pelayanan Angkutan Umum Orang, Barang dan Jasa.

Ketua Tim Peneliti, Dr.Ir. Muhammad Nanang Prayudyanto, MSc., memaparkan hasil penelitiannya terhadap dampak pembangunan jembatan otista yang akan dilakukan pemerintah beberapa bulan mendatang.

Baca Juga : Jalur Bogor-Sukabumi Ditutup Imbas Longsor, Penumpang Jalan Kaki Cari Tumpangan Lain

Menurutnya, survei ini dilakukan dengan fokus capaian ingin mengetahui respon publik terhadap pembangunan jembatan otista, selain itu untuk mengetahui karakteristik perjalanan masyarakat, serta presepsi terhadap pergerakan barang dan jasa.

"Ini merupakan survei permulaan, agar kita minimal punya data jelas terkait kebijakan apa yang harus diambil nantinya," ucapnya pada Kamis, 2 Maret 2023.

Dari hasil survei, lanjutnya, rata-rata trafik di jalan-jalan Kota Bogor sebelum dilakukan pembangunan saja, traffic Counting sudah mendekati level VCR mendekati level 1,00, artinya jalan-jalan yang ada di Kota Bogor trafiknya cukup padat, apalagi ditambah dengan penutupan jalan otista,  akan sangat berpengaruh terhadap sebaran lalulintas di jalan sekitarnya.

Namun demikian, Dekan Fakultas Teknik dan Sain UIKA ini menyebut langkah pembangunan jembatan otista memang sangat diperlukan, secara struktur jembatan.

"Memang tidak ada yang salah, namun ketika melihat lebar jembatan, memang memerlukan tambahan pelebaran, hal ini berdasarkan data travel time yang ada, jalan otista merupakan jalan yang selalu punya warna merah hampir disetiap harinya. Itu diakibatkan bottleneck atau penyempitan di jempatan itu," ujarnya.

Adapun hasil surpey karakteristik perjalanan masyarakat Kota Bogor, didapat data 75 persen perjalanan warga dimasudkan untuk keperluan bekerja dan sekolah yang dilakukan setiap hari pada rata-rata jam yang sama, dimana moda transportasi yang digunakan hampir 50 persen menggunakan sepeda motor, 23 persen menggunakan mobil pribadi, dan secara spesifik penggunaan Bis Kita sebesar 8 persen dengan  rata-rata panjang perjalanan 5-10 kilometer dengan jarak tempuh 15-30 menit. 

Terkait presepsi masyarakat terhadap pembangunan ini, masih kata Nanang, didapat juga data bahwa masyarakat di sekitar cenderung tidak akan mengubah pola perjalanan, namun akan mengganti moda transportasi dan jalur lain yang tidak terdampak, rata-rata masyarakat tau bahwa kegiatan pembangunan akan menghambat mobilitas mereka, namun demikian mayoritas masyarakat setuju pembangunan dilakukan.

"Mereka tau akan dampak pembangunan jembatan kedepannya yang penting untuk kemajuan masa depan bersama. Artinya, ketika kita bisa melihat karakteristik perjalanan ini, setidaknya kita dapatkan gambaran hal apa yang dapat dilakukan untuk rekayasa transfortasi kita, agar dapat meminimalisir dampak penutupan tersebut," ungkapnya.

Selain Dr. Nanang, paparan berikutnya disampaikan juga oleh Direktur Angkutan BPTJ Kemenhub terkait Identifikasi Dampak Pelayanan Bus Kita Kota Bogor, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang memaparkan Identifikasi Dampak bagi Kegiatan Bisnis Kota Bogor, serta paparan  Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI - Kementrian PUPR.

Pun Kepala Bappeda Kota Bogor, Rudy Mashudi turut menjelaskan rencana pembangunan jembatan Otista Kota Bogor, termasuk pembahasan rencana kegiatan, integrasi infrastruktur, skema manajemen lalu-lintas dan rencana aksi penanganannya.