JAKARTA, CEKLISSATU – Ketua Harian PP PBSI, Tirta Juwana Darmadji atau dikenal dengan Alex tirta membenarkan jika ia yang menyewa rumah di Jalan Kertanegara No46 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Ia menyebutkan, rumah tersebut kemudian dipakai Ketua KPK, Firli Bahuri.

"Memang benar kalau saya menyewa rumah tersebut sekitar tahun 2020 untuk kepentingan bisnis," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (01/10/2023).

Baca Juga : Penggeledahan di Rumah Ketua KPK Firli Bahuri, Polisi Sita Sejumlah Barang Bukti

"Jadi rumah itu dipakai sebagai tempat akomodasi tamu-tamu bisnis saya dari luar kota atau luar negeri," tambahnya.

Di masa pandemi covid-19, rumah tersebut tidak dipakai lagi oleh Alex Tirta. Dan ketika itu ia mengaku bertemu dengan Firli Bahuri.

"Ada suatu kesempatan saya berjumpa dengan pak Firli sekitar tahun 2020. Pada pertemuan itu pak Firli mengatakan butuh sebuah rumah singgah karena rumah pribadinya di Bekasi dinilai terlalu jauh dari Jakarta untuk pulang pergi," ucapnya.

Baca Juga : Terkait Kasus Dugaan Pemerasan SYL, Dewas akan Periksa Firli Bahuri dan Empat Pimpinan KPK

Selanjutnya, ia menyarankan agar Firli melanjutkan sewa rumah tersebut. Firli pun setuju, tapi tidak perlu ada perubahan nama penyewa.

"Mulai Februari 2021, Bapak Firli mulai menyewa rumah itu dengan membayar ke saya sebagai pihak penyewa ke pemilik rumah tersebut. Bapak Firli membayar Rp650 juta yang uangnya langsung saya kirim ke pemilik," ujarnya seperti dikutip ceklissatu.com.

Sementara itu sebelumnya, Subdit Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Metro Jaya resmi menaikan status perkara dugaan pemerasaan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo oleh pimpinan KPK ke tahap penyidikan. 

Artinya ditemukan unsur pidana dalam kasus ini.

Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengatakan, keputusan ini diambil oleh penyidik setelah melakukan gelar perkara pada Jumat (6/10). 

Penyidik juga elah memeriksa enam saksi dalam perkara ini.

"Dari hasil gelar perkara dimaksud selanjutnya direkomendasikan untuk dinaikan statusnya penyelidkan ke tahap penyidkkan," ungkap Ade Safri.

Dalam perkara ini diduga terjadi pelanggaran Pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 29 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncti Pasal 65 KUHP.