JAKARTA,CEKLISSATU - Kantor Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut jumlah dana yang dibutuhkan untuk membantu 2,7 juta penduduk Jalur Gaza dan Tepi Barat diperkirakan mencapai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp18,9 triliun).

Juru bicara kantor tersebut, Jens Laerke,  menyampaikan dalam konferensi pers PBB di Jenewa bahwa mereka akan memperbarui permohonan dana yang sebelumnya diajukan pada Senin, 6 November 2023.

Laerke menjelaskan permohonan dana awal yang diluncurkan pada 12 Oktober sebelumnya meminta dana sebesar 294 juta dolar AS (sekitar Rp4,6 triliun) untuk mendukung hampir 1,3 juta orang.

Laerke mengatakan bahwa hingga saat ini, hanya 25 persen dari permohonan dana awal yang terpenuhi.

Dia juga menyoroti peningkatan jumlah orang yang mengungsi, yang kini mencapai 1,5 juta orang di Gaza.

Jumlah ini termasuk 700 ribu orang yang mengungsi di 149 fasilitas UNRWA (badan PBB yang menangani bantuan bagi pengungsi Palestina), "mencapai hampir empat kali lipat dari kapasitas yang bisa ditampung," kata Laerke, menambahkan.

"Sebagai gambaran, ini berarti di beberapa tempat perlindungan hingga 240 orang berada dalam ruangan kelas berukuran 40 sampai 60 meter persegi," katanya, sambil menyebutkan Pusat Latihan Khan Younis sebagai contoh.

Di mengatakan pusat latihan itu saat ini menampung 22,1 ribu orang yang mengungsi, "lebih dari 10 kali lipat kapasitasnya."

Militer Israel telah memperluas serangan darat dan udaranya di Jalur Gaza, yang telah mengalami gempuran bom tanpa henti sejak Hamas melakukan serangan mendadak pada 7 Oktober.

Lebih dari 10.500 orang tewas sejak konflik ini dimulai. Angka tersebut mencakup 9.061 warga Palestina dan lebih dari 1.500 orang Israel.

Pada Kamis, 2 November 2023, sebanyak 102 truk pengangkut bantuan kemanusiaan memasuki Gaza melalui perbatasan Rafah, menandai konvoi terbesar sejak pengiriman bantuan yang berlangsung sejak 21 Oktober.

Dengan kedatangan 102 kendaraan tersebut, jumlah total truk yang telah memasuki Gaza menjadi 374, menurut laporan PBB.

Bahan bakar, yang sangat dibutuhkan untuk mengoperasikan peralatan penyelamat hidup, masih dilarang masuk oleh otoritas Israel.