JAKARTA,CEKLISSATU - China sedang berupaya keras mendorong warganya untuk memiliki anak atau keturunan. Upaya ini dilakukan setelah China mencatat jumlah pernikahan terendah dalam sejarah pada tahun lalu, hanya sekitar 6,83 juta pernikahan.

Selain penurunan dalam angka pernikahan, populasi warga China juga mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam enam dekade menjadi 1,425 miliar orang.

Untuk mengatasi situasi ini, China telah menghapuskan kebijakan satu anak yang diberlakukan pada 2021. 

Selain itu, mereka juga mengambil langkah-langkah lain, seperti memberikan insentif kepada mereka yang bersedia untuk memiliki anak.

Pemerintah Hangzhou dan beberapa perusahaan teknologi di China pada Februari mulai memberikan 2.800 dollar AS (Rp 43,7 juta) sebagai subsidi bagi orang tua yang baru memiliki anak ketiga. Selain itu, pemerintah kota Wenzhou juga memberikan subsidi sebesar 3000 yuan (Rp 6,5 juta) per anak pada calon orang tua.

China juga sedang mendorong masyarakat, khususnya wanita, agar menikah dan memiliki anak pada usia yang lebih muda. Di satu daerah di China, bahkan ada tawaran sebesar 1.000 yuan (sekitar Rp 2,1 juta) untuk mereka yang menikah pada usia 25 tahun atau lebih muda.

Selain itu, sebuah kota yang disebut Daijiapu sedang merencanakan regulasi terkait tradisi mahar yang dianggap mahal dan membebani. Ini mirip dengan tradisi di Indonesia, di mana laki-laki diharuskan memberikan 'hadiah pengantin' kepada calon mertuanya sebagai tanda keseriusan dan kemampuan finansial.

Pada Maret, isu ini dibahas dalam Kongres Rakyat Nasional. Delegasi dari Federasi Wanita Seluruh China mengusulkan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan tindakan untuk mengatur praktik hadiah pertunangan yang mahal dan memberatkan.