BOGOR, CEKLISSATU - Penangkapan Kepala SMK Generasi Mandiri, Gunung Putri berinisial MK (56) dalam kasus korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor, berbuntut panjang.


Kemarin, sejumlah toko yang diduga menjadi tempat pembelian 
sarana-prasarana yang digunakan oleh MK diperiksa oleh petugas.


Salah satu yang diperiksa yakni toko foto kopi Pelangi Jaya di Jalan Letda Nasir, Desa Wanaherang, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.


Pemilik Pelangi Jaya Fotocopy, Ela 
membenarkan pemeriksaan tersebut. Menurutnya, itu dilakukan petugas kemarin, 13 September 2022 sekitat pukul 10.00 WIB.


"Iya nanya ke saya soal nota pembelian di foto kopi ini," kata Ela kepada wartawan, Rabu 14 September 2022.


Menurutnya, nota pembelian yang ditunjukkan oleh petugas pemeriksa nominalnya sangat fantastis sekitar Rp90 kita.


Ela mengaku tidak pernah mengeluarkan nota tersebut kepada pihak yang bersangkutan. 


Terlebih lagi, pada nota pembelian itu, kata dia, tampak berbeda dengan nota yang dimilikinya.


Ela mengatakan bahwa untuk nominal sebesar itu biasanya hanya pabrik-pabrik saja yang membeli peralatan di tokonya.


"Kalau pabrik iya bisa sampai ratusan (juta), itupun jarang. Kalau sampai ngeluarin nota pembelian sebesar itu saya gak pernah apalagi buat ke sekolahan itu," tuturnya.


Sebelumnya diberitakan, Kepala SMK Generasi Mandiri, Desa Wanaherang, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, MK (56),
ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) usai terbukti melakukan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).


"Keputusan tim penyidik, berdasarkan hasil penyelidikan, penyidikan, keterangan para saksi dan  cukup barang bukti, akhirnya MK selaku Kepala SMK Generasi Mandiri mulai hari ini kami tahan," kata Kepala Kejari Kabupaten Bogor, Agustian Sunaryo kepada wartawan, Kamis 8 September 2022.


Dalam kasus ini, Agustian menyebutkan bahwa Kepala SMK Generasi Mandiri itu terbukti melakukan korupsi dana BOS baik yang bersumber dari Pemprov Jawa Barat maupun pusat pada tahun-tahun anggaran 2018 hingga 2021.


"Sebelumnya besar kerugian negara kurang lebih Rp1 miliar, lalu karena ada keterangan tambahan dari saksi dan bukti lainnya, (kemungkinan) bakal ada peningkatan jumlah kerugian negara hingga butuh perhitungan tambahan," ungkapnya.