BOGOR, CEKLISSATU - Warga Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, menggeruduk kantor pelaksana proyek Bendungan Ciawi, Jumat 19 Agustus 2022, siang. 

Mereka menuntut PT Brantas Abipraya, selaku kontraktor proyek untuk bertanggung jawab atas kerusakan lahan pertanian warga di Kampung Cibogo dan Cipayung. 

Dampak pengerukan material secara berlebihan membuat lahan warga tergerus ketika aliran Sungai Ciliwung meluap. Bahkan pohon kelapa dan bambu yang berada di bibir sungai pun ikut terbawa longsor. 

"Akibat pengerukan batu dan pasir di sungai membuat lahan kami sedikit demi sedikit hilang tergerus," ujar Mumuh, salah satu pemilik lahan yang terdampak. 

Entin pemilik lahan lainnya mengaku sejak adanya aktivitas pengerukan material seperti batu dan kerikil menyebabkan terjadinya perubahan pola aliran air sungai. Jika tidak segera ditangani ia khawatir lahannya akan habis tergerus air. 

"Kalau hujan, sungai meluap ngalirnya jadi ke lahan kami. Karena aliran sungai itu dikeruk, lalu batunya diambilin buat bangun pondasi bendungan," kata Entin. 

Warga mengaku tidak mempermasalahkan bahkan mendukung pembangunan Bendungan Ciawi ini. Namun mereka menyayangkan sikap dari pihak kontraktor yang terkesan menutup diri, bahkan enggan mendengarkan keluhan warga. 

"Saya dan beberapa orang lainnya sempat menyampaikan beberapa keluhan lewat WhatsApp ke Humas PT Brantas, tapi ga pernah dibalas, ga ditanggapi," ucap Kepala Dusun, Robi, kepada perwakilan PT Brantas Abipraya saat pertemuan antara kedua pihak. 

Kepala Desa Cipayung, Cacuh Budiawan mengimbuhkan, aksi geruduk Kantor PT Brantas Abipraya terpaksa dilakukan oleh warganya. Alasannya, beberapa keluhan warga tersebut tak pernah direspon oleh pihak kontraktor plat merah ini. 
 
"Di antaranya ada 9 pemilik yang lahannya rusak tergerus air sempat menyampaikan keluhannya. Itu akibat penambangan material untuk kebutuhan membangun bendungan ini. Nambangnya itu di wilayah RW01," kata Cacuh. 

Akibat adanya aktivitas penambangan ini sehingga terjadi perubahan pola aliran air sungai. Alhasil, ketika sungai meluap arus yang cukup kuat menghantam lahan milik warga. 

"Akibat perubahan aliran ini jadi setiap air sungai lagi meluap itu menggerus sawah," ujarnya. 

Tak hanya itu, warga juga mempertanyakan dana kompensasi dampak lingkungan yang sampai saat ini belum diselesaikan sepenuhnya. 

"Hampir satu tahun dana kompensasi belum direalisasikan sepenuhnya. Kesepakatannya mau ngasih Rp 550 juta dan itu digunakan buat beli tanah untuk fasilitas umum dan bangun 2 masjid di lokasi berbeda," ujarnya.  

Namun begitu, proyek bendungan kini sudah mendekati rampung, namun sisa kompensasi sebesar Rp 375 juta belum juga diterima oleh warga. 

"Yang satu sisa Rp 100 juta dan satu lagi belum dilunasi Rp 275 juta. Uang ini digunakan kepentingan warga di RT01 dan RT02," kata dia. 

Sementara itu, Humas PT Brantas Abipraya, Anton berjanji akan membangun turap agar lahan sawah milik warga tidak tergerus aliran sungai. Namun ia belum bisa memastikan kapan dimulai dan selesainya pengerjaan turap tersebut. 

"Karena cuaca sekarang ini tidak bisa dipastikan. Kalau saya bilang seminggu, tapi ternyata cuacanya tidak bagus, mundur lagi dong. Kami tidak mau ngorbanin operator," ujarnya. 

Ia mengaku sudah meninjau lokasi lahan milik warga yang tergerus akibat dampak penambangan material oleh pihak PT Brantas tersebut. Menurutnya longsoran disebabkan lantaran antara lahan warga dengan lokasi proyek galian itu jaraknya sangat berdekatan. 

"Kita gali di bawah, yang di atas juga bisa berpengaruh. Intinya kita akan selesaikan kewajiban kita. Kalau untuk kompensasi bukan urusan saya. Saya ga bisa ngomong, tapi nanti akan saya sampaikan terkait hal ini ke divisi lain," ujarnya.