JAKARTA, CEKLISSATU – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal secara tegas menolak rencana kenaikan upah buruh pada tahun 2024 yang tidak sampai 15 persen.

Said Iqbal menilai, perjuangan buruh yang menuntut pemerintah agar menaikan upah sebanyak 15 persen adalah perjuangan yang tidak bisa ditawar lagi.

"Partai Buruh menolak kenaikan nilai UMP di seluruh Indonesia pada Tahun 2024 di bawah 15 persen. Termasuk UMP di Provinsi DKI Jakarta," ucap Said Iqbal dalam keterangan resminya, seperti dikutip ceklissatu.com, Senin (20/11/2023).

Baca Juga : Kenaikan UMK Kota Bogor di 2024 Belum Dipastikan, Sekda: Masih Dibahas

Selain itu lanjut Said Iqbal, setidaknya ada tiga rekomendasi dari Dewan Pengupahan DKI, yang telah disampaikan kepada Pj Gubernur DKI. 

Pertama, dari unsur Serikat Buruh yang mengusulkan kenaikan upah tetap 15 persen sekaligus kenaikan upah minimum sektoral yang nilainya minimal lima persen dari kenaikan 15 persen

Lalu dari pihak pengusaha yang diwakili oleh Apindo DKI. Dalam rekomendasinya, mereka meminta kenaikan upah berkisar 3-4 persen. 

Sedangkan terakhir unsur dari Dinas Tenaga Kerja, yang mewakili pemerintah, mengusulkan hampir sama dengan Apindo, yakni 3-4 persen.

"Bilamana usulan unsur dari Serikat Buruh tidak diterima, maka kami akan melakukan mogok nasional," tegas Said Iqbal. 

Terkait 'Mogok Nasional', Said Iqbal juga turut meluruskan narasi keliru yang dikeluarkan, baik dari pihak Disnaker maupun Apindo. 

Ia menegaskan, 'Mogok Nasional' merupakan suatu jalan yang harus dilakukan agar pemerintah bisa mendengarkan apa yang diperjuangkan oleh para buruh. 

"Mogok Nasional adalah suatu istilah dalam Serikat Buruh, dengan menggunakan 2 dasar hukum yang jelas, yakni UU No. 9 Tahun 1998, tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh yang di dalam Pasal 4 salah satu fungsi serikat adalah mengorganisir pemogokan," tutur Said Iqbal. 

"Penggabungan tersebut disebut Mogok Nasional. Semua buruh dalam 1 pabrik secara nasional melakukan penghentian produksi, keluar dari pabrik, melakukan unjuk rasa di depan pabrik dan di depan kantor-kantor Pemprov/Pemkab/Pemkot, dan secara nasional di Istana Negara," tandasnya.

Said Iqbal juga mengatakan, dalam melakukan aksi Mogok Nasional tersebut, pihak yang mengorganisir adalah Serikat Buruh, bukan Partai Buruh

Meskipun begitu lanjutnya, tetap memiliki satu tujuan, yakni memaksa pemerintah untuk mau mendengarkan apa yang diperjuangkan oleh para buruh.

"Aksi akan dilakukan di antara tanggal 30 November - 13 Desember 2023, selama 2 hari. Tujuannya adalah melumpuhkan ekonomi secara nasional, melumpuhkan pabrik dan perusahaan, agar pemerintah mau berunding. Karena kita sudah meminta dengan baik namun tidak diindahkan, sehingga kita akan melawan dengan Mogok Nasional," ungkapnya. 

Perjuangan dalam melakukan Mogok Nasional, lanjut Said Iqbal, adalah suatu hal yang legal dan lazim, bahkan turut dilakukan di beberapa negara. 

Hal tersebut semata-mata dilakukan agar memaksa pemerintah untuk mendengarkan, apa yang disuarakan. 

"Sehingga Aksi Mogok Nasional ini tentu untuk memperjuangkan kenaikan upah 15 persen tersebut. Bukan mogok kerja seperti di UU Nomor 13/2003, tapi unjuk rasa secara nasional, karena mogok kerja ada syarat berunding dengan perusahaan," tuturnya. 

"Karenanya kita menggunakan UU Nomor 9 Tahun 1998 dan UU No. 21 Tahun 2000, dengan melibatkan 5 juta buruh dari 100 ribu pabrik dan perusahaan di Indonesia. Dan unjuk rasa bergelombang secara nasional juga terus dilakukan di beberapa daerah," tutupnya.