JAKARTA, CEKLISSATU – Putusan batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) akan diumumkan Senin (16/1-/2023). Putusan tersebut dibacakan tiga hari sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran Capres-Cawapres, 19-25 Oktober 2023.

Terkait hal itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie angkat bicara mengenai MK yang dipelesetkan menjadi Mahkamah Keluarga, buntut permohonan uji materi terkait batas usia Capres-Cawapres.

Jimly menyebutkan, sebaiknya Ketua MK, Anwar Usman tidak ikut memutus permohonan tersebut untuk menghindari tudingan itu.

Baca Juga : Deklarasi Dukung Pasangan Prabowo-Gibran di Kabupaten Bogor

"Iya makanya lebih baik sebetulnya, ketua itu lebih baik mengundurkan diri dari penanganan perkara. Jadi dia nggak ikut-ikut memeriksa, nggak ikut memutus, gitu," terang Jimly kepada wartawan yang dikutip ceklissatu.com, pada Minggu (15/10/2023).

"Ya mudah-mudahan begitu. Jadi tidak bisa dituduh bahwa ini ada kaitan keluarga," tambah Jimly.

Selain itu lanjut Jimly, ia menyarankan agar permohonan uji materi terhadap UU Pemilu itu hanya diputus oleh delapan hakim konstitusi selain Anwar usman.

Jimly pun meyakini, perbedaan pendapat nantinya bakal mewarnai putusan tersebut.

"Nah selebihnya itu diserahkan aja pada 8 orang. Belum tentu sama pendapatnya kan. Jadi kayaknya seru ada dissenting. Kalau putusan ada dissenting berarti ada perdebatan substansial secara internal," tuturnya.

"Hakim dengan independensinya masing-masing, dengan keyakinannya masing-masing untuk memutus perkara ya harus kita hormati," ujarnya.

Jimly menegaskan, menghormati apapun putusan para hakim konstitusi terhadap uji materi tersebut.

Jimly mengatakan, apapun putusan yang dikeluarkan besok tidak akan bisa memuaskan seluruh rakyat Indonesia.

"Jadi harus kita terima aja apa yang diputuskan besok. Meskipun tidak sesuai dengan pendapat kita gitu. Nah tapi ya begitulah sistem kita bernegara meskipun undang-undang dibuat oleh 570 orang yang dipilih melalui pemilu, bersama dengan presiden yang dipilih mayoritas rakyat Indonesia," terangnya.

"Artinya undang-undang itu produk mayoritas, tapi bisa dibatalin oleh 5 orang gitu lho. Kita memang sudah ngatur nya kayak gitu. Jadi pendapat 5 orang itu belum tentu memuaskan rakyat Indonesia, bisa ngamuk semua," kata Jimly.

"Tapi ya sudah kita kita kita hormati aja terserah besok. Yang penting ada dissenting supaya kita tahu ada perdebatan internal, gitu," pungkasnya. (M. Agung)