JAKARTA, CEKLISSATU - Proyek pembangunan gedung wakil rakyat di sejumlah daerah rawan korupsi. Sudah banyak contoh proyek pembangunan gedung DPRD yang berakhir sebagai skandal korupsi. Misalnya, proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun pada tahun 2015, proyek pembangunan gedung DPRD Kabupaten Pali tahap II pada tahun 2021, dan kasus pembangunan gedung DPRD Kabupaten Morowali Utara pada tahun anggaran 2016. Kasus terakhir ini masih dalam penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Hal itu diungkapkan, Jajang Nurjaman
Koordinator Center for Budget Analysis (CBA), ia mengatakan, penting bagi aparat penegak hukum, terutama KPK, untuk lebih fokus dalam mengawasi proyek pembangunan gedung DPRD di seluruh Indonesia. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Sebagai contoh, proyek pembangunan gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2020 dan 2021 dengan anggaran ratusan miliar juga terindikasi bermasalah.

Baca Juga : Dorong UMKM Masuk Ekosistem Digital, Teten: Baru 22 Juta dari Target 30 Juta


Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya melaksanakan proyek pembangunan gedung DPRD dengan total anggaran sebesar Rp 139 miliar pada tahun anggaran 2020 dan 2021. 


"Center for Budget Analysis menemukan beberapa ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proyek tersebut,"ungkapnya, rilis yang diterima redaksi Ceklissatu.com, Senin 14 Agustus.


Pertama, kata dia, terkait penetapan pemenang Jasa Konsultansi manajemen konstruksi, pihak Pemprov Jateng memilih PT. Kreasi Handal Selaras. Namun, dalam penilaian kualifikasi, metode kerja, pemenuhan persyaratan administrasi, teknis, dan harga, PT. KHS sebenarnya berada di posisi ke-5 dari 4 perusahaan lainnya.


Kemudian, lanjut dia, dalam pekerjaan proyek yang dimenangkan oleh PT. Adhi Persada Gedung, terdapat masalah seperti ketidaksesuaian volume dan dugaan kelebihan bayar atau mark up. Misalnya, dalam pekerjaan struktur beton bertulang lantai 1 hingga 10 dan struktur lantai DAK, terdapat kelebihan bayar sebesar Rp 49,6 juta.


Hal serupa terjadi dalam pekerjaan Pek. Finishing Arsitektur, MEP, dll LT. 1 hingga 10 dan MEP, dll lantai DAK. Ada selisih pembayaran sebesar Rp 516 juta dari nilai pekerjaan sebenarnya. Begitu juga pada pekerjaan hydrant kapasitas 90 m3 & air bersih kapasitas 45 m3: (Ground Reservoir), pekerjaan landscape, saluran air keliling bangunan, area parkir, saluran kabel TM, ruang gardu PLN, dan taman area STP. Terdapat kelebihan bayar sebesar Rp 124,5 juta.


Berdasarkan catatan di atas, kata dia, Center for Budget Analysis meminta KPK untuk segera turun tangan untuk melakukan penyelidikan terkait proyek pembangunan gedung DPRD Jateng. Semua pihak terkait, termasuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, perlu dipanggil dan diperiksa dalam penyelidikan ini.