JAKARTA, CEKLISSATU - Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE) memiliki penggunaan sebagai penjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika dan produktif.

UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.

Platform digital yang telah menjadi bagian hidup kita sehari-hari. Bagai pedang bermata dua, media sosial dapat berdampak positif dan negatif.

Literasi digital di Indonesia masih sangat rendah. Siapa pun dengan sangat mudah terpapar oleh internet, terutama media sosial. Namun sayangnya, banyak orang yang mudah percaya dan “termakan” oleh informasi apa pun yang tersedia di media sosial.

Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo0 bersama DPR mengadakan seminar Literasi Digital dengan tema ‘Mengenali UU ITE Agar Bijak Bermedia Digital’.

Baca Juga : Aktif Berinternet, Warganet Harus Tahu UU ITE

Anggota Komis I DPR, Krisantus Kurniawan mengatakan, UU ITE adalah undang-undang yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik. UU ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU ini, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

UU ITE diantaranya adalah menjamin kepastian hukum untuk masyarakat yang melakukan transaksi elektronik, mendorong adanya pertumbuhan ekonomi di Indonesia, salah satu upaya dalam mencegah adanya kejahatan yang dilakukan oleh internet dan melindungi masyarakat dan pengguna internet lainnya dari berbagai tindak kejahatan online,” ujar Krisantus.

Sementara itu Kaprodi Ilmu Komunikasi - Universitas Dr Soetomo, Cand Zulaikha mengatakan, ada beberapa yang harus diperhatikan sebelum posting dan komentar di media sosial.

“Jangan posting atau komentar sesuatu dalam keadaan emosi, jangan posting atau komentar sesuatu jika kamu nggak mengetahuinya, posting atau komentari sesuatu yang bermanfaat, posting atau komentari sesuatu yang sudah terbukti kebenarannya,” jelas Cand.

Dia juga menambahkan, jangan posting atau komentar sesuatu yang menyinggung RAS, suku atau agama karena itu merupakan hak privasi setiap orang.

“Sebelum bermain media sosial kita sepatutnya untuk bijak, cerdas dan kritis dalam menanggapinya,” ujar dia.

Disamping itu Direktur IMCOMM, Meinara Iman Dwihartanto mengatakan, ciri-ciri orang bijak dalam bersosial media yaitu tahu batasan waktu karena memiliki kebiasaan menetapkan batas waktu untuk menggunakan media sosial supaya tidak mengganggu keseimbangan kehidupan sehari-hari.

Meinara menjelaskan pentingnya selalu menjaga privasi dengan selalu memeriksa dan memperbarui pengaturan privasi mereka untuk melindungi informasi pribadi.

“Menggunakan media sosial secara produktif dengan gunakan media sosial untuk tujuan produktif seperti membangun jejaring, mencari pekerjaan bukan hanya mengisi waktu luang. Tidak menyebarkan informasi palsu atau menyebarkan ujaran kebencian,” jelasnya.

“Pengguna sosial media yang bijak memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikan dan tidak menyebarkan kebencian atau melakukan bully di media sosial,” tambahnya.

Terakhir, Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan bahwa, sebagaimana yang telah diketahui bersama, dampak pandemi dan pesatnya teknologi telah mengubah cara kita beraktivitas dan bekerja.

Kehadiran teknologi sebagai bagian dari kehidupan masyarakat inilah yang semakin mempertegaskan kita sedang menghadapi era disubsi teknologi.

“ Untuk mengahadapi hal tersebut, kita semua harus mempercepat kerjasama kita dalam mewujudkan agenda trasnformasi digital Indonesia. Bersama-sama wujudkan cita-cita bangsa Indonesia dengan menjadikan masyarakat madani berbasis teknologi,” tutup Semuel.