ZIMBABWE, CEKLISSATU - Perempuan di Zimbabwe terpaksa menggunakan kotoran sapi sebagai pengganti pembalut saat menstruasi. Mahalnya harga pembalut memaksa para perempuan di negara Afrika itu menggunakan cara lain untuk mencegah kebocoran. 

Salah satunya adalah Constance Dimingo, perempuan berusia 19 tahun ini mengaku sudah tak menggunakan pembalut lagi sejak setahun terakhir.

"Saya terakhir memakai pembalut sebelum ibu meninggal pada tahun lalu. Sekarang saya menggunakan apa saja yang ditemukan, kotoran sapi, daun, koran, hingga pakaian, untuk menghentikan kebocoran," kata Dimingo, dikutip dari Daily Star, Minggu 17 Juli 2022.

 Tak hanya itu, dia pun kerap membiarkan merasakan nyeri karena tidak memiliki uang untuk membeli obat penghilang rasa saat datang bulan. 

Constance merupakan satu dari hampir tiga per empat perempuan di kota Domboshava, yang tak memiliki untuk membeli produk higienis. Produk kewanitaan, termasuk pembalut, dalam beberapa tahun terakhir sudah menjadi barang mewah di kota tersebut.

"Pembalut adalah barang mewah yang tidak bisa saya beli untuk cucu-cucu perempuan saya," tutur nenek Constance, Vhene.

Untuk mencegah kebocoran, dia dan cucu serta saudara-saudaranya pun menggunakan kotoran sapi yang dibentuk gumpalan untuk menyerap darah.

"Saya mengambil kotoran, membentuk, dan membiarkannya kering agar mudah menyerap darah," kata Vhene.

Untuk menghindari efek buruk, lanjut Vhene, kotoran sapi itu tidak langsung ditempelkan begitu saja ke vagina melainkan dibungkus dengan kain terlebih dulu. Kemudian kotoran sapi diletakkan di celana dalam seperti menggunakan pembalut.

"Para perempuan mengalami aliran deras pada siklus yang biasanya berlangsung 6 hari. Kami lebih suka cara ini karena kotoran sapi bisa menyerap banyak darah," ujarnya.

Setelah digunakan, kotoran sapi lalu dibuang dengan cara dikubur di tanah.

Data Kementerian Urusan Perempuan dan Kepemudaan Zimbabwe mengungkap, 67 persen anak perempuan terpaksa bolos sekolah selama datang bulan karena tidak bisa mengakses produk higienis dan fasilitas sanitasi bersih. Bahkan tak sedikit dari mereka yang putus sekolah sama sekali, seperti dialami Constance.

Pakar kesehatan memperingatkan, jika tak menggunakan produk higienis, kuman seperti salmonella dan E Coli sangat mungkin berkembang biak, menyebabkan infeksi pada daerah kewanitaan.

"Para perempuan itu mengeluh gatal dan ada sensasi terbakar di vagina. Saat diperiksa di rumah sakit, kami melihat adanya infeksi jamur, infeksi saluran urogenital, dan tanda-tanda awal kanker rahim karena penyisipan di saluran vagina," kata Theresa Nkhoma, seorang aktivis Komunitas Pengasuhan Anak yang berada di bawah Kementerian Pelayanan Umum Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial.