JAKARTA,CEKLISSATU- Puri abad pertengahan yang mendominasi kota Prizren di Kosovo selatan menjadi salah satu lokasi mencolok untuk Dokufest, sebuah festival film yang telah menjadi salah satu acara budaya terbesar di negara Balkan ini.

Sejak 2002, acara ini telah menayangkan film pendek internasional dan dokumenter, menjadi jendela dunia bagi para pemuda lokal yang menghadapi kesulitan dalam bepergian ke luar negeri.

Dokufest dikenal dengan lima bioskop terbuka yang terletak di antara masjid-masjid dan gereja-gereja yang menjadi bukti warisan budaya dan keagamaan yang beragam di kota ini.

"Dokufest Telah Memboyong Dunia ke Sini," Ujar Direktur Artistik Festival, Veton Nurkollari.

"Dalam situasi di mana kita tidak dapat bepergian ke luar negeri, kami berhasil mendatangkan dunia ke sini melalui kehadiran orang-orang, film-film menarik, peluang-peluang, dan persahabatan." Sambungnya.

Di atas Benteng Prizren, terdapat dua layar besar, satu lagi berada di alun-alun dekat Masjid Sinan Pasha yang berasal dari era Utsmaniyah abad ke-17, dan layar lainnya berada di atas platform yang menjulang dari Sungai Lumbardhi yang dangkal, yang membelah kota ini menjadi dua bagian.

Masih dihadapkan dengan ketegangan etnis sejak memproklamirkan kemerdekaan dari Serbia pada 2008, warga Kosovo kini perlu visa untuk bepergian ke negara-negara Uni Eropa. Dengan pengakuan hanya dari sekitar 110 negara lainnya, paspor Kosovo termasuk yang terlemah di dunia.

Pada edisi Dokufest tahun ini, terdapat lebih dari 200 film dokumenter, termasuk karya-karya dari Kolombia, Tanzania, Britania Raya, Kanada, dan Amerika Serikat.

Judul Film "Q" Garapan Jude Chehab Eksplorasi Kekuatan Kemanusiaan dalam Menghadapi Kecerdasan Buatan.

Pada festival ini, sineas berbakat Jude Chehab, yang merupakan seorang pembuat film berdarah Lebanon-Amerika, turut berpartisipasi dengan filmnya yang berjudul "Q". 

Film ini mengisahkan tentang pengaruh suatu ordo keagamaan Lebanon yang rahasia terhadap tiga generasi perempuan dalam keluarganya.

Chehab mengungkapkan bahwa para pembuat film dokumenter mungkin masih aman dari ancaman Kecerdasan Buatan (AI) saat ini. 

"Kita melakukan sesuatu yang begitu nyata dan bersentuhan dengan realitas, seperti saya membuat film pribadi tentang ibu saya. Kedekatan yang saya capai tidak mungkin diambil alih oleh AI," kata Chehab.

Film ini menyoroti bahwa meskipun AI terus berkembang, pengalaman manusia yang penuh kedalaman dan keaslian masih sulit untuk dicapai oleh teknologi tersebut. 

Dalam hal ini, film dokumenter yang mengeksplorasi aspek-aspek personal dan emosional tetap memiliki tempat yang istimewa dalam industri hiburan.

Dengan demikian, film "Q" menggambarkan bagaimana daya tarik dan kekhasan kemanusiaan masih menjadi aset tak ternilai bagi pembuat film. 

Meskipun AI terus maju, elemen-elemen yang mengandung emosi, pengalaman personal, dan keterhubungan manusia tetap menjadi inti dari karya-karya yang sulit digantikan oleh teknologi.