BOGOR, CEKLISSATU - Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bogor dibuat gusar dengan adanya temuan dugaan mark up pembangunan RSUD Parung senilai Rp36 miliar oleh Kejaksaan Negeri (Kejari). 

Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan pun angkat bicara dan mempertanyakan data penyidik Kejari tersebut. Sebab, data yang disampaikan Kejari berbeda dengan temuan BPK pada proyek pembangunan RSUD Parung.

Iwan juga mengaku heran dari mana asal temuan Rp36 miliar yang menjadi salah satu alasan Kejari Kabupaten Bogor meningkatkan kasus tersebut dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

"Enggak tahu (ada korupsi Rp36 miliar). Karena pegangan kami itu temuan BPK, itu Rp13 miliar. Kalau Kejari belum tahu tuh hitungannya dari mana," kata Iwan kepada wartawan, Jumat 25 November 2022.

Iwan mengakui, proyek RSUD Parung senilai Rp93,4 miliar dari APBD Provinsi Jawa Barat tersebut menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan. 

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, kata Iwan, hanya sebesar Rp13 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 10 miliar adalah denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan sisanya Rp 3 miliar karena kekurangan volume.

“Kemarin LHP BPK Rp13 miliar, Rp10 miliar denda Rp 3 miliar kurang volume. Itu sudah diurus dan dikembalikan ke kas daerah,” katanya.

Karena merasa sudah menindaklanjuti hasil temuan BPK, Iwan mengatakan, Pemkab Bogor akan secepatnya mengoperasikan RSUD Parung secara bertahap.

“Untuk klinik Tahun 2022 ini bisa operasional. Untuk pengembangan 2023 mungkin ada bantuan-bantuan dari APBD. Sebetulnya sudah clear semua, target kita operasional (tahun ini) masih belum rumah sakit tapi klinik,” katanya

Sebelumnya diketahui, Kejari Kabupaten Bogor, mengungkap sejumlah pelanggaran dalam proyek pembangunan RSUD Parung, di Desa Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

"Dalam proyek tersebut kami dapatkan adanya mark up harga dan pengurangan volume bangunan yang dilakukan PT.JSE selaku penyedia jasa," ungkap Kepala Kejari Kabupaten Bogor, Agustian Sunaryo dalam keterangan persnya di Kantor Kejari beberapa waktu lalu.

Dari pengungkapan tersebut, Kejari Kabupaten Bogor mencatat kerugian negara hingga Rp36 miliar.

Masing-masing kerugian itu tercatat dari mark up harga material sekitar Rp13,8 miliar dan kekurangan volume sekitar Rp22 miliar.

"Total ada kerugian sekitar Rp36 miliar dari anggaran Rp93 miliar lebih yang digunakan untuk pembangunan tersebut," jelas Agustian.