JAKARTA, CEKLISSATU - Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat masa tunggu selama lima tahun bagi mantan terpidana jika ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. 

Pernyataan itu tertuang dalam putusan nomor 87/PUU-XX/2022. MK mengabulkan permohonan Leonardo Siahaan terkait syarat caleg eks koruptor.

"Mengadili. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan Chanel YouTube, Rabu 30 November 2022.

Melalui putusan itu, MK mengubah Pasal 240 ayat 1 huruf g, yang awalnya berbunyi: 

Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;

Baca Juga : Sepi Pendaftar, KPU Perpanjang Pendaftaran PPK dan PPS di Tiga Provinsi

Kini MK mengubahnya menjadi sebagai berikut:

(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;

ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan

(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;

MK menilai masa tunggu 5 tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya bagi calon kepala daerah. Termasuk dalam hal ini calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. 

Demikian halnya persyaratan adanya keharusan menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang jati dirinya dan tidak menutupi latar belakang kehidupannya adalah dalam rangka memberikan bahan pertimbangan bagi calon pemilih dalam menilai atau menentukan pilihannya.

Sebab, terkait dengan hal ini, pemilih dapat secara kritis menilai calon yang akan dipilihnya sebagai pilihan baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan untuk diketahui oleh masyarakat umum (notoir feiten). 

Oleh karena itu, hal ini kembali kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemilih untuk memberikan suaranya kepada calon yang merupakan seorang mantan terpidana atau tidak memberikan suaranya kepada calon tersebut. 

"Untuk pengisian jabatan melalui pemilihan (elected officials), pada akhirnya masyarakat yang memiliki kedaulatan tertinggi yang akan menentukan pilihannya," ungkap majelis.

Fakta empirik ada yang mengulang kembali tindak pidana yang sama (in casu secara faktual khususnya tindak pidana korupsi), sehingga makin jauh dari tujuan menghadirkan pemimpin yang bersih, jujur, dan berintegritas.