JAKARTA, CEKLISSATU.COM - Meski masyarakat tahu bahayanya bermain bahan peledak seperti petasan tapi di Indonesia lekat dengan perayaan-perayaan keagamaan.


Barang ini juga memiliki ukuran yang variatif, ukuran juga menentukan daya ledak dari setiap petasan yang dibuat. Bahkan petasan sendiri mampu memiliki daya ledak bertingkat High Explosive atau Daya Ledak Tinggi.


Awalnya petasan yang sudah melekat dengan kebudayaan kita ini berasal dari Cina. Cina mulai mengenal bazhou, peledak yang berasal dari bambu pada dua ratus tahun sebelum Masehi. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Cina, bazhou tidak sengaja ditemukan oleh seorang juru masak. Saat itu ia memasak menggunakan bambu dengan campuran berbagai bahan termasuk batu bara, sulfur, dan potasium nitrat. Ketika dibakar di tungku, tiba-tiba terjadi ledakan hebat.


Informasi lain menyatakan bahwa Bazhou pertama muncul di masa Dinasti Han (206 SM–220 M). Bazhou dinyalakan saat upacara perayaan hari besar, untuk mengusir makhluk gunung yang suka mengganggu. Sejak saat itu petasan mulai populer digunakan pada setiap perayaan maupun festival di Cina.


Dalam Sparklers from China (2005) perkembangan petasan dilanjutkan dengan penemuan bubuk mesiu—yang kemudian dijadikan bahan utama petasan—oleh seorang pendeta bernama Li Tian, antara 960-1279 M pada era Dinasti Song.


Lalu bagaimana petasan bisa masuk ke Nusantara dengan berbagai tradisinya?


Berawal dari terbukanya akses dengan bangsa Cina yang melakukan aktivitas perdagangan ke Nusantara pada masa kerajaan-kerajaan.


Masuk pada masa VOC, petasan sudah banyak dikenal oleh masyarakat pribumi dan Tionghoa. Bahkan VOC pernah mengeluarkan peraturan dilarang membakar petasan terutama pada saat kemarau. Karena dpat memicu kebakaran ditambah rumah-rumah masih banyak yang menggunakan Rumbia sebagai atap serta material lain yang mudah terbakar.


Dalam tulisan Marieke Bloembergen, Polisi zaman Hindia Belanda: Dari Kepedulian dan Ketakutan (2011), pada tahun 1912 pernah terjadi kegaduhan di Surabaya akibat penggunaan petasan. Masyarakat Tionghoa tidak setuju apabila penggunaan petasan pada perayaan Imlek dilarang.


Karena bagi mereka membakar petasan dan kembang api dianggap sebagai simbol mengusir roh jahat dan membawa kebahagiaan pada tahun akan datang. Peraturan tersebut berujung pada konflik sosial politik saat itu.


Sementara di Batavia penggunaan petasan sudah banyak berkembang. Orang Betawi menggunakan petasan biasanya pada saat Ramadhan dan Lebaran. Perayaan Natal dan dalam ritual-ritual masyarakat Tionghoa juga kerap digunakan petasan sebagai simbol-simbol tertentu. 


Sama halnya bagi masyarakat Betawi di pinggiran menggunakan petasan sebagai pelengkap acara seperti perkawinan, khitanan dan pemberangkatan haji. Dengan begitu petasan juga menjadi media pesan antar kampung. Sehingga jika salah satu dari mereka ingin mengadakan hajatan, mereka menyalakan petasan sebagai pertanda.


Zeffri Alkatiri dalam bukunya, Jakarta Punya Cara (2012), menawarkan sudut pandang lain. “Tradisi membakar petasan juga dapat menunjukkan gengsi seseorang. Sebab, semakin banyak sampah bekas bakaran petasan di rumahnya, semakin dianggap kaya atau semakin menunjukkan kemampuan modal mereka.”


Setiap kali ada warga yang mengadakan hajatan, petasan dibunyikan sebagai bukti kemampuan modal mereka. Makin banyak petasan yang dinyalakan dan semakin jauh terdengar ledakannya, secara tersirat menyatakan bahwa yang memiliki hajat berstatus sosial lebih tinggi.

 

Begitulah awalnya, bagaimana petasan dan kembang api tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat kita. Menurut Alwi Shahab, seorang pengamat sejarah Betawi, dekatnya tradisi Tionghoa dengan kehidupan sehari-hari pribumi berhasil membuat petasan cepat diadaptasi.


Beberapa waktu lalu sebuah ledakan keras menghancurkan 25 rumah di Dusun Sadeng, Desa Karangbendo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Kejadian yang menewaskan 4 orang dan 13 korban luka ini berlangsung pada Minggu 19 Februari malam.

Dari Berbagai Sumber

Baca Juga : Ledakan Petasan di Blitar Diduga Kena Percikan Api Rokok Peracik