JAKARTA, CEKLISSATU - Dianggap mengancam demokrasi, Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) mendesak DPR untuk segera merevisi undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 

"Kami berharap setelah reses, DPR membahas revisi UU ITE fokus melalui Komisi I tapi juga melibatkan Komisi lain yang isunya lebih komprehensif," ucap Robi dari LBH Apik Jakarta dalam jumpa pers virtual yang disiarkan akun YouTube Yayasan LBH Indonesia, Senin 13 Maret 2023.

Di tempat yang sama perwakilan dari LBHI, Arif mengatakan, nantinya revisi UU ITE bisa menegakkan demokrasi dan melindungi hak asasi manusia (HAM), revisi UU ITE dilakukan hanya demi kepentingan DPR dan pemerintah.

"Kita berharap pemerintah dan DPR tidak hanya berkomitmen untuk merevisi UU ITE sekadar mengubah pasalnya sesuai kepentingan DPR dan pemerintah, tetapi memastikan revisi ini menjamin tegaknya demokrasi negara hukum dan memastikan perlindungan HAM betul-betul dihormati dan dilindungi khususnya bagi WNI. Praktiknya, hari ini UU (ITE) ini justru malah UU terdepan yang mengancam demokrasi dan kebebasan berekspresi," kata Arif.

Baca Juga : Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan Bakal Dihapus dari UU ITE

Dalam kesempatan yang sama Sekretaris Jenderal AJI, Ika Ningtyas menilai revisi itu harus diseriusi lantaran sejumlah pasal di UU ITE dianggapnya kerap merugikan sejumlah pihak. Dia mencontohkan kasus 4 jurnalis yang dianggap mencemarkan nama baik dengan jeratan UU ITE.

"AJI mencatat dalam dua tahun terakhir ada 4 jurnalis yang divonis bersalah dengan UU ITE karena dia menulis kritik terhadap pejabat publik yang terkait isu korupsi, terkait kritik kebijakan publik, terkait kasus agraria," ucap Ika. 

Ika menyebut, perlindungan terhadap jurnalis sudah diatur secara lex specialis dalam UU itu dan  seharusnya menjadi jaminan terhadap perlindungan penuh terhadap kawan-kawan, terhadap aktivitas jurnalistik. 

Menurutnya,,setidaknya ada 2 pasal di UU ITE saat ini yang sering digunakan untuk menjerat sejumlah pihak. Dua pasal itu adalah Pasal 27 ayat 3 UU ITE dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Berikut ini bunyi kedua pasal itu:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Pasal 27 ayat 3, pasal pencemaran nama baik sering digunakan kepada jurnalis ketika mengkritik pejabat publik. Pasal ini mudah sekali dipakai. Kemudian Pasal 28 ayat 2 yang dalam draf yang diberikan pemerintah diubah jadi Pasal 28 a ayat 1 yang isinya soal ujaran kebencian," tutup Ika.