PAPUA, CEKLISSATU - Melalui berbagai upaya yang tidak kenal lelah, akhirnya Satgas gabungan TNI yang terdiri personel Peleton Intai Tempur, Batalyon 411 Kostrad, Satgas Elang, didukung oleh aparat lain dari Satgas Damai Cartenz  Polri berhasil melumpuhkan markas Kelompok Separatis Teroris (KST) di Kampung Matoa, Kenyam, ibukota Kabupaten Nduga, Jumat (1/9/ 2023).


Penyergapan oleh Satgas berawal dari hasil analisa tim gabungan yang melibatkan satuan tugas intelijen gabungan, untuk menyikapi berbagai gangguan keamanan dan serangan terhadap masyarakat di Papua Tengah dan Papua Pegunungan   selama rangkaian kegiatan HUT RI ke-78. Berbekal data tersebut, maka Satgas Gabungan mulai mengintai dan menjejak aktivitas beberapa orang bersenjata yang sedang menyiapkan serangan di Kampung Matoa, sekitar tiga kilometer dari Kenyam, ibukota kabupaten Nduga. 


Setelah pengintaian selama beberapa hari dan diyakinkan bahwa kelompok tersebut memang bagian KST Papua pelaku gangguan keamanan selama HUT RI ke-78 yang sedang menyiapkan serangan ulang,  maka operasi penyergapan dilaksanakan. 

Baca Juga : Kelompok Penjahat Perusak Kemanusiaan di Papua


Saat Satgas Gabungan berhasil merangsek masuk di sekitar honai untuk penangkapan, ternyata terjadi perlswanan, sehingga kontak tembak terjadi.  Beberapa anggota KST melarikan diri, tiga anggota KST tewas, serta tidak ada korban dari pihak aparat. Dari hasil identifikasi, tiga orang anggota yang tewas adalah KST Nduga, yaitu Ganti Dwijangge, Arigeba Kogoya dan Worak.


Satgas Gabungan membawa banyak sekali barang bukti milik KST yang tertinggal di lokasi, yaitu ratusan amunisi, 5 senapan angin, 2 parang, 3 sangkur, 3 buah magazen senjata SS, 1 helm level III, 3 smartphone, 5 HP Polyphonic, dan uang puluhan juta rupiah.


KST yang sedang berada di Kampung Matoa ini memqng sudah sangat meresahkan dan terlibat banyak aksi kejahatan dan gangguan keamanan di pegunungan Papua. Merekalah yang menyerang dan membunuh tiga warga sipil (dua diantaranya masyarakat asli Papua dari suku Biak) di Kampung Yasoma, Jalan Batas Batu, Kenyam, pada hari Rabu, tanggal 16 Agustus 2023.  KST ini juga yang selalu mengganggu keamanan di sekitar bandara Kenyam dan menembaki pesawat sipil yang beroperasi untuk mendukung kegiatan ekonomi di wilayah Kenyam. 


Aksi-aksi KST memang sudah semakian brutal dan sangat meresahkan, dimana beberapa hari sebelumnya KST juga membunuh akademisi perempuan Papua, Michele Kurisi Doga, cucu kepala suku Silo, yang dituduh sebagai mata-mata aparat. Pembunuhan ini terjadi di Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan (28/8/2023). Michele dikenal selalu keras memperjuangkan peningkatan kesejahteraan perempuan dan anak-anak Papua, namun KST dengan bangganya menyebarkan foto kematian Michele yang tragis dan mengenaskan tersebut melalui media sosial.


Keberhasilan pasukan gabungan dan didukung oleh aparat lain untuk meringkus beberapa oknum KST ini diharapkan menjadi peringatan bagi KST Papua lainnya agar segera kembali ke jalan kebenaran Tuhan, meletakkan senjata, kembali kepada masyarakat dan mendukung pembangunan Papua. Pemerintah pusat sebenarnya telah banyak memberikan banyak waktu, ruang komunikasi dan peluang rekonsiliasi, agar oknum-oknum KST bisa sadar dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Namun mereka sudah banyak menyia-nyiakan waktu yang ada, menyengsarakan keluarganya sendiri, menindas masyarakat, karena terjebak provokasi sesat yang justru menghancurkan Papua


Terkait pernyergapan oknum-oknum KST di Kenyam,  diharapkan bahwa masyarakat Papua bisa menyikapi dengan arif dan bijak, serta tidak terprovokasi oleh hasutan dari pihak-pihak yang ingin mengacaukan Papua. Pemerintah hanya menindak KST,  hanya menindak kelompok bersenjata yang meresahkan masyarakat, menganggu pembangunan dan menyerang aparat keamanan. Masyarakat Papua tetap bisa melaksanakan aktivitas seperti biasa dan aparat TNI Polri akan terus melindungi dan mengayomi.


Dalam konteks kebangsaan yang utuh, penindakan yang menewaskan KST Papua ini bukan sesuatu yang membanggakan pemerintah, mengingat mereka sebenarnya adalah saudara-saudara sendiri, yang lahir dari satu tumpah-darah dan satu rahim perjuangan bangsa. Pemerintah pun sudah sering menginstruksikan bahwa semua prajurit TNI Polri harus menggunakan cara-cara humanis dalam melaksanakan operasi di Papua. Prajurit harus mengutamakan operasi yang bersifat non kinetik (non tempur). Aparat juga selalu mencoba pendekatan operasi defensif, lebih banyak berperasi di sekitar pos, serta hanya mengamankan lingkungan sekitar pos. Namun kebaikan, kelonggaran dan toleransi yang diberikan pemerintah ini justru sering disalahgunakan oleh KST, dengan aksi brutal KST, mengganggu pembangunan, menyerang aparat, menculik, bahkan membunuh masyarakat Papua. Maka dengan sangat terpaksa aparat pun menjadi lebih aktif mendukung penegakan hukum, menyisir dan melokalisir pergerakan KST Papua agar tidak mengulangi lagi perbuatannya yang brutal kepada masyarakat Papua


Komitmen pemerintah harus kuat, bahwa masyarakat Papua harus dilindungi, KST yang berniat kembali ke pangkuan NKRI harus dirangkul, namun pembangunan harus jalan terus dan tidak boleh terganggu. Maka, hukum harus ditegakkan di Papua, serta KST yang masih mencoba meresahkan masyarakat dan menganggu aparat akan diburu dan ditindak.