JAKARTA,CEKLISSATU - Amerika Serikat (AS) mengutuk vonis penjara seumur hidup yang diberikan kepada seorang akademisi Muslim Uyghur bernama Rahile Dawut di China.

Minggu ini, sebuah kelompok hak asasi manusia berbasis di AS mengumumkan bahwa Dawut, yang berusia 57 tahun, telah kalah dalam upaya bandingnya terhadap vonis asli yang dijatuhkan pada Desember 2018 atas tuduhan "mengancam keamanan negara."

Para advokat hak asasi manusia telah menuduh China melakukan kampanye interniran massal terhadap Uyghur, bersama dengan penyalahgunaan seperti sterilisasi paksa dan penindasan budaya yang disebut sebagai "genosida" oleh beberapa badan pemerintah, termasuk Departemen Luar Negeri AS.

China membantah tuduhan tersebut.

"Kami mengutuk vonis penjara seumur hidup yang dilaporkan diberikan oleh Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok setelah persidangan rahasia terhadap Profesor Rahile Dawut," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller, dalam sebuah pernyataan.

Sebelum ditahan, Dawut adalah seorang profesor di Fakultas Ilmu Humaniora Universitas Xinjiang, serta seorang ahli antropologi budaya terkemuka dan etnografer tentang folklore Uyghur.

Ia telah ditahan sejak Desember 2017 di wilayah barat laut Xinjiang, di mana Beijing dituduh melakukan penyalahgunaan hak asasi manusia terhadap mayoritas etnis Uyghur yang beragama Islam, yang ditolak oleh pemerintah China.

Dawut hanyalah salah satu dari lebih dari 300 intelektual Uyghur yang telah ditahan, ditangkap, atau dipenjarakan oleh otoritas China sejak tahun 2016, menurut Dui Hua Foundation yang berbasis di AS yang melaporkan vonis tersebut.

Dia bekerja dengan banyak institusi terkemuka di Barat, seperti universitas Harvard dan Cambridge, yang menyerukan pembebasannya.

Beberapa pakar Xinjiang mengatakan penahanan massal terhadap warga Uighur mencapai puncaknya pada 2018, namun pelanggaran terus berlanjut dan kerja paksa menjadi lebih menonjol.