BOGOR, CEKLISSATU - Ditutupnya akses jalan di sekitar Pasar Jambu Dua oleh pihak pengelola Plaza Jambu Dua berimbas pada usaha para pedagang hingga membuat warga sekitar geram. Akibatnya, para pedagang pun kompak membekukan retribusi pasar sedangkan warga turut merasa dirugikan.

Hal itu diungkapkan Paguyuban Pasar Jambu Dua yang menilai bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor lemah terhadap intervensi dari pengelola Plaza Jambu Dua yang secara sepihak menutup akses jalan warga.

Pembina Paguyuban Pasar Jambu Dua, H. Agus Supriono mengatakan bahwa pembekuan pembayaran retribusi itu terpaksa dilakukan lantaran Pemkot Bogor tidak kunjung menyelesaikan persoalan penutupan jalan yang berimbas kepada pendapatan para pedagang. 

"Omset kami anjlok sampai 70 persen. Kami menuntut PD Pasar sebagai kepanjangan tangan dari Pemkot Bogor agar melakukan langkah. Sementara ini retribusi kami bekukan. Ini semua gara-gara kelemahan dari Pemkot Bogor. Tidak ada kewibawaanya," ucapnya pada Rabu, 15 Mei 2024.

Baca Juga : Kantor Travel Will In Tour di Bogor yang Digunakan SMK Lingga Kencana Sepi

Agus menyebut bahwa tidak hanya para pedagang yang sangat terganggu dan keberatan akibat penutupan jalan tersebut, warga Kota Bogor khususnya warga Ciremai Ujung juga sangat merasakan imbas negatif atas aksi penutupan tersebut.

"Masa iya Pemkot Bogor membuat pasar, dulu perpindahan dari Ramayana ke Jambu Dua itu sesuai perencanaan. Hanya itu jalan satu-satunya. Adapun jalan akses keluar itu dulu kami juga yang meminta ke Walikota pak Iswara. Saat itu walikota meminta ke DPRD dan ada pleno sehingga ada keputusan bahwa jalan tembus. Nominalnya dulu Rp900 juta dulu, jadi aneh sekarang digembar-gemborkan sebagai hibah dari plaza jambu dua. Dulu masih jaman angka wijaya," jelasnya. 

Agus menegaskan bahwa akses jalan yang sekarang ini ditutup satu paket dengan akses masuk dari Jalan Ciremai Ujung menuju Pasar Jambu Dua. "Bukan fasos fasum itu. Apalagi dikatakan pinjaman. Mereka tidak bisa membuktikan kalau akses jalan itu pinjaman, saat audiens mereka nggak bisa jawab," ungkapnya.

Disamping itu, Agus menceritakan bahwa pada tahun 2003-2004 ada penyerahan tahap pertama lahan seluas 1.200 meter yang meliputi blok A dan separuh blok B. Penyerahan tersebut sudah termasuk akses jalan dan jembatan yang saat ini diklaim milik Plaza Jambu Dua. Berikutnya ada penyerahan tahap kedua seluas 5.000 meter namun berujung persoalan Angkahong dan berimbas pidana kepada sejumlah pejabat Pemkot Bogor. 

"Saya mengindikasikan adanya konspirasi dan persekongkolan antara Plaza Jambu Dua dengan oknum Pemkot Bogor. Saya yakin itu. Entah di era siapa terjadinya, entah jaman pak Diani atau pak Bima Arya. Itulah yang membuat pengelola plaza jambu dua berani menutup akses jalan. Kan tidak mungkin pasar pemerintah tidak ada akses jalan," ujarnya.

Disinggung pihak pengelola Plaza Jambu Dua mengklaim jika akses jalan tersebut masuk dalam satu sertifikat Graha Agung Wibawa, menurut Agus, persoalan tersebut seharusnya diselesaikan dengan Pemkot Bogor dengan tidak mengorbankan kepentingan masyarakat umum.

"Jalan tersebut mutlak milik pasar sejak tanggal 10, bulan 8 tahun 2000. Tidak mungkin ada trayek angkot dulu kesitu, kalau itu bukan jalan umum. Soal sertifikat yang mereka klaim, itu urusan mereka dengan Pemkot Bogor. Inilah yang saya indikasikan adanya konspirasi," katanya.

Hingga berita ini diterbitkan, wartawan Ceklissatu.com berupaya menghubungi pihak pengelola Plaza Jambu Dua, namun belum ada jawaban.