JAKARTA, CEKLISSATU – Adanya praktek predatory pricing di paltform e-commerce, berakibat pula bagi para pelaku usaha dan industri tekstil di Jawa Barat (Jabar).

Dengan adanya praktek predatory pricing itu, membuat penurunan permintaan, pengurangan produksi sehingga omzet penjualan semakin menurun.

Hal itu tentu juga menyebabkan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai UMKM.

Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM), Teten Masduki dalam kunjungannya ke beberapa pabrik tekstil di Majalaya, Bandung dan menerima keluhan beberapa pelaku UKM tekstil di Kabupaten Bandung.

Baca Juga : Produk Impor Banjiri E-Commerce Tanah Air, Pengusaha Logistik Temui MenkopUKM Berikan Lima Rekomendasi

Teten mengatakan, produk mereka kalah bersaing bukan karena kualitas, tetapi soal harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak mampu bersaing.

“Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali. Harga yang murah ini adalah predatory pricing di platform e-commerce, memukul pedagang offline dan dari sektor produksi konveksi juga industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah,” kata Teten, seperti dalam keterangannya, Senin 25 September 2023.

Teten mengatakan, seperti di China yang menerapkan model barang masuk di sana tidak boleh di bawah HPP.

“Jika kita menerapkan itu, tentu bisa melindungi industri dalam negeri,” ujar Teten.

Baca Juga : Rebut Pasar E-Commerce yang Dikuasai Produk Asing, Teten Masduki Ajak Influencer Promosi UMKM 

Pemerintah, kata Teten, untuk melindungi UMKM, terus berupaya untuk membenahi dan berkoordinasi dengan Mensesneg untuk langkah ke depan, untuk mendorong adanya aturan safe guard.

”Sebab sekali lagi, kewenangan ini ada di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Presiden Jokowi pun sudah mengatakan secepatnya ada Undang-Undang yang mengaturnya. Presiden sudah menyampaikan akan meninjau kembali perdagangan online, yang dalam waktu dekat akan dibahas. Itu termasuk yang sudah kita usulkan Permendag Nomor 50 Tahun 2020 kan sudah selesai tinggal ditetapkan saja,” imbuh Teten.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jabar Rachmat Taufik G menambahkan, angkata kerja di Jabar mencapai 24 juta orang, sebesar 70 persennya bukan dari pekerja formal. Akibat banyak pabrik menurun kapasitas produksinya lantaran menurunnya daya beli, semakin menambah ancaman PHK.

 “PHK secara resmi kecil, tetapi dari data BPJS Ketenagakerjaan yang mengambil JHT artinya yang tak bekerja lagi mencapai lebih dari 150 ribu orang,” kata Rachmat.