JAKARTA, CEKLISSATU - Seluruh fraksi di DPR menolak wacana penerapan sistem pemilu proporsional tertutup coblos partai. 

Fraksi-fraksi tersebut membuat surat pernyataan sikap bersama dan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap konsisten dengan putusannya pada 2008 lalu, bahwa pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka sesuai pasal 168 ayat 2 UU Pemilu Tahun 2017.

Dari sembilan fraksi, hanya PDIP menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang kukuh mendorong penerapan sistem pemilu tersebut.

Sistem pemilu proporsional daftar tertutup berpeluang diterapkan karena proses gugatannya masih berlangsung di MK.

"Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia," demikian bunyi salah satu poin pernyataan sikap delapan fraksi, Selasa 3 Januari 2022.

Delapan fraksi di DPR yang mengeluarkan pernyataan bersama itu adalah Fraksi Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, NasDem, PPP, dan PKS.

Mereka menegaskan akan terus mengawal demokrasi Indonesia ke arah yang lebih maju. Mereka juga mengingatkan KPU bekerja sesuai amanat undang-undang dan tetap independen.

Di samping itu, delapan fraksi menilai sistem proporsional terbuka saat ini dinilai bisa mendekatkan rakyat dengan calon wakilnya di parlemen. Bagi mereka, rakyat sudah terbiasa berpartisipasi dengan cara demokrasi seperti demikian.

"Kami sudah membangun komunikasi dengan 8 fraksi dan hasil dari komunikasi kami itu, kami sepakat pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai UU no 7 tahun 2017," kata Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, Selasa.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi santai sikap beda fraksinya di DPR dengan yang lain soal pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup atau mencoblos partai.

Hasto menilai setiap partai harus memiliki prinsip dalam berpolitik. Dia meyakini, berdasarkan Konstitusi, partai lah peserta pemilu.

Menurutnya, sistem proporsional terbuka yang selama ini diterapkan telah memicu banyak dampak negatif. Mulai dari ongkos pemilu yang mahal, manipulasi, dan kerja-kerja penyelenggara yang melelahkan.

"Kami ini taat konstitusi, tapi bagi PDIP kami berpolitik dengan suatu prinsip, dengan suatu keyakinan bahwa berdasarkan konstitusi, peserta pemilu adalah parpol," kata dia di kantor pusat DPP PDIP, Jakarta.