JAKARTA, CEKLISSATU - Organisasi masyarakat sipil meminta pihak berwenang mengambil tindakan tegas untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Agung menolak permohonan banding pemerintah pusat terhadap putusan gugatan warga terkait pencemaran udara di kota tersebut.


Pada tanggal 13 November, pengadilan menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan pejabat di tingkat pusat dan daerah bertanggung jawab atas kelalaian dalam mengatasi polusi udara di ibu kota.


Putusan tersebut menegaskan bahwa sekelompok hakim yang dipimpin oleh Takdir Rahmadi menguatkan putusan pengadilan negeri tersebut setelah dua tahun perselisihan hukum atas gugatan yang diajukan oleh 32 warga Jabodetabek. Gugatan ini diprakarsai oleh sebuah gerakan bernama Koalisi Ibu Kota, yang merupakan gerakan pertama di Tanah Air.


Pada tahun 2019, koalisi menggugat Presiden, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Tujuan mereka adalah meminta pertanggungjawaban para pejabat tersebut atas polusi udara yang parah di ibu kota. Penggugat menuntut tergugat menerapkan peraturan untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta.


Menanggapi putusan pengadilan negeri pada tahun 2021, pejabat pemerintah pusat telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Mereka berpendapat bahwa hakim pengadilan negeri gagal mempertimbangkan peraturan kualitas udara yang baru. Namun, pemerintah Jakarta, yang dipimpin oleh Gubernur saat itu Anies Baswedan, memutuskan untuk tidak mengajukan banding atas keputusan tersebut.


Pada bulan Oktober tahun lalu, pengadilan tinggi menolak banding tersebut.


Citra Referandum, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) dan kuasa hukum koalisi, menyambut baik keputusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi pemerintah. Dia menggambarkan hal itu sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab menyediakan udara bersih bagi warga Jakarta.


“Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, dia mendesak Presiden dan pemerintahannya untuk berhenti menggunakan taktik hukum untuk menghindari tanggung jawab hukum mereka dalam meningkatkan kualitas udara kota.”


Menurut IQAir, Jakarta adalah salah satu kota besar paling berpolusi di dunia. Kualitas udara pada bulan Agustus dan September secara konsisten dinilai “tidak sehat” karena tingginya tingkat PM2.5. PM2.5 merupakan polutan halus, dan konsentrasinya di Jakarta ditemukan lima kali lebih tinggi dari batas keamanan yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).