BOGOR, CEKLISSATU - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Jawa Barat memastikan kasus hepatitis akut Berat hingga hari ini belum ada di Kota Bogor. Namun kewaspadaan dan upaya untuk mengantisipasi jika ada penyebaran penyakit tersebut tetap dilakukan.

"Sampai saat ini belum ada laporan penemuan kasus hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya di kota Bogor," ucap Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, dr. Sri Nowo Retno kepada CeklisSatu.com pada Jumat, 13 Mei 2022.

Retno mengatakan, Dinkes, RS dan Puskesmas sudah mendapatkan sosialisasi penyakit tersebut dari Kemenkes dan Dinkes Provinsi.

Kendati demikian, perlu dilakukan juga langkah-langkah antisipasi dan kewaspadaan dini di Kota Bogor. Menurutnya, penyakit hepatitis akut berat menyerang anak-anak usia dibawah 16 tahun. Progresivitas penyakit sangat cepat dan menimbulkan kematian.

"Gejala penyakit mirip dengan hepatitis akut, tetapi penyebabnya bukan hepatitis A,B,C, D, E. Gejala umumnya adalah demam, mual, muntah, diare, ikterus, nyeri perut (syndrome jaundice) dan penurunan kesadaran," ujarnya.

Penyakit ini juga dalam pemeriksaan penunjang laboratorium menunjukkan peningkatan SGPT SGOT > 500 atau diatas 500. "Diduga penyebabnya adalah Adenovirus, dan penularan secara orofecal atau melalui mulut dan saluran pencernaan," ungkapnya.

Untuk itu pihaknya menyiapkan sejumlah langkah antisipasi, seperti penyiapan faskes primer dan rumah sakit terkait penegakan diagnosis dan tatalaksana hepatitis akut berat, termasuk alur rujukan.

Penyiapan laboratorium, labkesda dan laboratorium rujukan. Sosialisasi, edukasi dan informasi penyakit hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya ke masyarakat melalui berbagai kanal media, forum komunikasi dan sebagainya, termasuk upaya promotif dan preventif.

"Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan menggalakkan GERMAS, termasuk hygiene sanitasi makanan," katanya.

Sementara itu, antisipasi lainnya yang dilakukan Dinkes Kota Bogor yakni meningkatkan surveilans penyakit, memantau dan melaporkan secara dini penemuan kasus ke SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon). Koordinasi lintas program dan lintas sektoral dengan semua stakeholder.