BOGOR, CEKLISSATU - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bogor akan tetap mengikuti dua Peraturan KPU (PKPU), yaitu PKPU No. 3 Tahun 2019 & PKPU No. 5 Tahun 2023. Pada PKPU 3 Tahun 2019, larangan membawa HP ke bilik suara tertuang pada pasal 35 point (M) dan 38 point (D). Meskipun, KPU RI mengatakan warga boleh membawa ponsel atau handphone (HP) saat mencoblos surat di bilik suara.

Menurut Ketua KPU Kabupaten Bogor, M. Adi Kurnia larangan membawa HP ke bilik suara sudah menjadi aturan baku yang sudah menjadi ketetapan KPU dalam menjalankan pemilihan umum yang bersih, jujur dan adil.

“Berdasarkan pasal tersebut, pemilih tidak boleh membawa dan menggunakan telepon genggam atau alat perekam gambar lainnya di bilik suara. Larangan serupa juga tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) 25 Tahun 2023 Pasal 25 yang melarang pemilih membawa HP maupun alat perekam sejenis di bilik suara,” beber Adi Kurnia, Minggu (11/2/2024).

Baca Juga : Masa Tenang Pemilu, Bawaslu: Bukan Hanya APK tapi Konten Kampanye di Medsos Ditertibkan

“Tujuan dari larangan ini adalah untuk menjaga pemilu yang jujur, adil, bebas dan rahasia,” lanjutnya.

Dia menerangkan, maksud dari kebijakan yang dikeluarkan KPU RI soal diperbolehkannya membawa HP ke bilik suara, bukan juga mengizinkan masyarakat untuk melakukan perekaman atau pengambilan gambar ketika melakukan pencoblosan

Dan untuk mencegah hal tersebut terjadi ketika di bilik suara. Pihaknya telah memerintahkan KPPS untuk melakukan pengawasan kepada setiap warga yang akan melakukan pencoblosan.

“Dari pusat (KPU RI) juga akan mengeluarkan seruan, bahwa para KPPS ini menyampaikan kepada pemilih untuk menghindari memfoto, memvideokan pilihannya di TPS," tandasnya.

Sementara itu, mengenai adanya dugaan mobilisasi pemilih ilegal yang terjadi di Kecamatan Dramaga belum lama ini. Komisioner KPU Kabupaten Bogor bidang data dan informasi, Asep Saepul Hidayat mengutarakan, jika pihaknya mempertanyakan keabsahan surat tugas yang dibawa puluhan orang yang mengaku mahasiswa dalam permohonan pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Kejadian tersebut bermula pada saat PPK Dramaga menerima puluhan mahasiswa yang tiba-tiba datang untuk mendaftar sebagai DPTb dengan alasan mengerjakan tugas penelitian.

"Saya sempat komunikasi dengan PPK Dramaga. Kan (awalnya) ada pelayanan pindah memilih, kemudian (PPK Dramaga) konsultasi bagaimana sikap (yang harus diambil). Dan kamu pun  mengarahkan kepada PPK Dramaga untuk memberikan pelayanan pada umumnya,” ungkap Asep Saepul Hidayat.

Kendati begitu, Asep mengaku belum mengetahui secara pasti soal keabsahan surat tugas yang ditunjukkan oleh puluhan orang yang mengaku mahasiswa ini.

"Sampai ke arah situ (surat tugas) kita belum tahu bagaimana bentuk suratnya, bagaimana hal yang dimaksud terkait keraguan itu," terangnya.