SUBANG, CEKLISSATU - DAN (45), Pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Subang, Jawa Barat, ditangkap polisi karena memperkosa santriwati. Pemerkosaan kepada korban diduga dilakukan 10 kali lebih.

Kapolres Subang AKBP Sumarni mengatakan pelaku juga tercatat sebagai tenaga pendidik dan PNS di Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Subang diketahui sudah melakoni aksi bejatnya selama satu tahun terakhir.

"Perbuatannya sudah dilakukan sebanyak lebih dari 10 kali sejak dari bulan Desember 2020 sampai dengan tanggal 7 Desember 2021," ujar Sumarni di Mapolres Subang pada Rabu 22 Juni 2022.

Menurutnya, kasus ini terungkap usai orang tua korban menemukan sebuah surat. Dalam surat itu, korban menuliskan aksi bejat yang dilakukan pelaku kepada korban.

"Korban selalu menulis setiap tindakan yang dilakukan oleh pelaku terhadapnya. Dari sinilah kasus terungkap," ucap Sumarni. 

Baca Juga : Ratusan Anak Hamil Hingga Melahirkan Akibat Diperkosa

Pihak keluarga korban kemudian melaporkan kejadian yang dialami korban ke polisi. Petugas lalu bergerak dan mengamankan pelaku.

"Pelaku kami amankan 10 Juni 2022, di rumahnya, tanpa ada perlawanan, dan mengakui perbuatannya," kata Sumarni.

Modus operandi pelaku saat melakukan aksi bejatnya mengajak korban yang kini berusia lima belas tahun untuk mendapatkan pelajaran khusus. Setiap memperkosa korban, pelaku DAN selalu mengatakan, anggap saja perbuatan bejat itu sebagai pelajaran agar mendapat rida dari guru.

"Itu kata-kata pelaku kepada korban saat melakukan aksi bejatnya," kata Sumarni.

Dari hasil pengembangan, polisi berhasil mengamankan barang bukti yakni, beberapa pakaian hingga pakaian dalam milik korban maupun pelaku.

Atas perbuatannya tersebut, pelaku diancam dengan pasal 41 ayat 1 Jo pasal 26 d atau pasal 41 ayat 2 atau pasal 81 ayat 3 atau pasal 82 ayat 1 Jo pasal 26 e atau ayat 82 ayat 2 undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo undang-undang 17 tahun 2016 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda Rp. 5 Miliar.