JAKARTA, CEKLISSATU - Menteri Kesehatan RI periode 2004-2009 dr. Siti Fadilah Supari menilai kasus gagal ginjal akut pada anak perlu dicermati lebih lanjut oleh pemerintah. Sebab, pemerintah tidak menjelaskan secara detail faktor-faktor yang mengakibatkan kasus gagal ginjal akut pada anak.

"Kejadian gagal ginjal akut out break itu bisa disebabkan oleh bermacam macam," katanya melalui channel Youtubenya, Siti Fadilah Supari Channel. 

Siti menuturkan, ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut pada anak. Pertama, obat sirup yang tercemar kadar etilen glikol (EG) maupun dietilen glikol (DEG). Kedua, infeksi biasa hingga luar biasa yang diakibatkan oleh bakteri ataupun virus.

"Satu, karena tercemar kadar etilen glikol maupun dietilen glikol. Nah yang kedua, kemungkinan karena infeksi biasa atau infeksi luar biasa. Infeksi misalkan bakteri, virus, dan sebagainya. Nah, ini jangan dilupakan begitu saja," tuturnya.

Kemudian, kemungkinan adanya missmulti organ inflammatory in children diakibatkan oleh pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. 

"Masalah ini mengakibatkan ginjal anak mengalami luka yang berujung pada penyakit gagal ginjal akut," ujarnya. 

Selanjutnya, kasus yang saat ini ramai bersumber dari infeksi bakteri, kemungkinan besar efek dari Covid-19 atau vaksin. 

Soal vaksin Covid yang dikaitkan dengan gagal ginjal, Siti Fadilah mengacu pada sebuah penelitian. Dia nenyebutkan jika vaksin DNA membutuhkan adinovirus yang dikembangkan di sel-sel ginjal manusia.

"Ada kemungkinan lagi yang dianggap tabu, yaitu anak secara tidak langsung tertular orang dewasa yang sudah divaksinasi booster," ungkapnya.

"Jadi adinovirus dipakai untuk mengantar virus covid ke tubuh kita yang sebetulnya apakah berbahaya atau tidak. Katanya belum ada sebuah penelitian," tambahnya.

Ia pun mempertanyakan statmen dari Kementerian Kesehatan yang dengan tegas mengatakan bahwa kasus gagal ginjal ini tak ada kaitannya dengan vaksin Covid-19.

Siti menilai BPOM belum bekerja secara maksimal karena tak pernah memeriksa kadar dari obat-obatan. Sementara klaim pemerintah bahwa kasus ini akibat tercemar EG atau DEG melebihi 0,1 persen.

"Padahal yang disebut tercemar itu kalau kadar etilen glikol maupun dietilen glikol lebih dari 0,1 persen. Itu tertera dalam Pharmacopeia America maupun Pharmacopeia Indonesia yang kita percayai,” ungkapnya.

Siti juga menyayangkan langkah pemerintah yang memberhentikan sementara peredaran seluruh obat sirup anak di Indonesia. Pasalnya, yang perlu dilakukan pemerintah adalah meneliti faktor hingga obat apa saja yang kadarnya melebihi 0,1 persen. Tentu saja, langkah tersebut dapat mempengaruhi sektor perekonomian Indonesia.

"Dan semua obat sirup distop. Padahal yang tidak boleh itu dari kandungannya melebihi 0,1 persen. Lah yang distop banyak, ya kasian. Ada yang terdampak ekonominya, dan kemudian ada yang dipolisikan tersangka. Ini sebetulnya bukan begitu," tutupnya.