JAKARTA, CEKLISSATU - Risiko stagflasi yang mengancam dunia bukan lagi sebuah khayalan semata. Situasi mengerikan ini sudah terpampang di depan mata dan berdampak buruk di banyak negara.

 Demikian diungkapkan Deputi Gubernur Juda Agung dalam diskusi bertema 'Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery', bagian dari rangkaian Pertemuan ketiga Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) dan Finance Central Bank Deputies Meeting (FCBD), Rabu 13 Juli 2022 di Bali Nusa Dua Convention Center.

"Dunia menghadapi risiko stagflasi yang serius. Dampak majemuk dari Covid-19 pandemi dan ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia yang sedang berlangsung telah terwujud dalam prospek pertumbuhan global baru-baru ini," ungkapnya.

Fenomena stagflasi adalah merosotnya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan inflasi tinggi. Beberapa pakar bahkan menyebutkan ini sebagai badai besar yang akan menghantam dunia, sebab berkaitan dengan isi perut orang banyak.

Baca Juga : Ekonomi Dunia Terancam Jatuh ke Lubang Stagflasi, Apa Itu?

Juda menyampaikan, bank dunia baru saja merevisi turun proyeksi pertumbuhan global untuk 2022 menjadi 2,9%. Begitu juga OECD yang memangkas proyeksi pertumbuhan global untuk 2022 menjadi hanya sekitar 3%. IMF juga memperkirakan hal serupa.

Di sisi lain ada peningkatan inflasi di seluruh dunia, imbas lonjakan harga pangan dan energi yang sudah mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah. Tidak sedikit negara yang rakyatnya menderita akibat situasi tersebut.

Ditambah lagi, negara maju memulai pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Sehingga memperketat kondisi keuangan global serta menimbulkan volatilitas di pasar. Imbasnya banyak negara akan kesulitan mendapatkan pembiayaan hingga alami krisis utang.

"Pengetatan kebijakan moneter yang agresif untuk mengatasi inflasi di beberapa negara maju, telah memperketat kondisi keuangan global dan telah mendorong volatilitas pasar baru-baru ini," terang Juda.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Solikin Juhro mengatakan, perekonomian Indonesia tak lepas dari risiko stagflasi yang terjadi di beberapa negara. Risiko ini bisa mengancam pertumbuhan ekonomi yang mulai pulih.

Baca Juga : Fenomena Stagflasi Menghantui Indonesia

"Ini adalah hal yang penting. Ini adalah yang bank sentral dan semua otoritas berusaha perjuangkan," kata Solikin dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery".

Menurutnya risiko stagflasi yang dihadapi negara-negara di dunia berbeda, sehingga perlu dicermati lebih lanjut. Apalagi, inflasi yang melonjak tajam membuat kebijakan moneter lebih agresif.

Kondisi ini dinilai tidak bisa dihadapi sendiri. Harus ada kerja sama dari berbagai negara untuk bisa menekan kenaikan harga-harga komoditas yang menjadi penyebab inflasi melonjak tajam.

"Kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita harus memiliki sinergi kebijakan yang lebih kuat, tidak hanya secara nasional, tetapi juga di tingkat internasional," jelasnya.