BOGOR, CEKLISSATU - Supena Kepala Desa Bantar Jati Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengaku tekor lantaran salah hitung bagi hasil retribusi daerah (BHPRD) tahun 2022 di 
Badan Pengelolaan pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor.

Akibat adanya perbedaan surat keputusan (SK) bupati dengan PLT Bupati Kabupaten Bogor lantaran dari awal BHPRD yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, sesuai dengan SK Bupati Ade Yasin Rp 1.171.121.535, namun dirubah pada tahap ke-2 yakni SK Iwan Setiawan turun drastis menjadi Rp 446.314.797. 


"Jadi pada awalnya untuk Desa Bantarjati mendapatkan BHPRD tahun 2022 sekitar Rp 1.1 Miliar. Sudah cair tahap pertama sebesar Rp 468.614.000, namun untuk tahap ke 2 dan 3 tiba - tiba ada perubahan dan tidak cair lagi lantaran adanya salah perhitungan," keluh Supena Kamis 22 September 2022.

Baca Juga : Ada Salah Perhitungan, Dewan Desak Pemkab Bogor Selesaikan Kisruh BPHRD 


Saat dipertanyakan, sambung Supena, pihak Bappenda Kabupaten Bogor hanya memberikan keterangan adanya salah perhitungan saja.


"Saya sudah komplain, waktu saya minta penjelasan Bappenda, menurut mereka ternyata itu ada kesalahan dalam penghitungan pajak. Yang saya sesalkan kenapa bisa begini, karena saya sangat dirugikan," kesalnya.


Walaupun kenyataannya pagu anggaran BPHPR dari dulu minim, beber Supena, Desanya hanya mendapatkan Rp 400 Juta. Namun di Tahun 2022 pagu anggaran melonjak tinggi mencapai Rp 1,2 Miliar. Disayangkan, peningkatan ini malah menjadi petaka.


"Saat pertama pencairan kita realisasikan anggaran tersebut, namun yang kedua malapetaka buat kami. Menurut Bappenda salah perhitungan, itu yang sangat saya sesalkan karena sangat terpuruk anggaran balik ke awal menjadi Rp 446 Juta," bebernya.


Ia menyesalkan, pihak Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Bappenda Kenapa tidak dari awal pada tahap perubahan memberitahukan soal adanya salah hintung tersebut. Bahkan tidak ada respon dari DPMD, Bappenda ke Desa. 


"Pada tahap 1 tidak menghimbau agar tidak direaslisasikan. Sedangkan tahap pertama habis, untuk Juni sampai Desember sudah tidak ada uang lagi. Bu rian bidang BHPRD dia permohonan maaf karena Bappenda salah hitung," katanya.


"Yang saya bingung intensip yang sudah direncanakan untuk Juni sampai Desember tidak ada lagi anggaran. Secara tidak langsung marwah saya sebagai kepala desa jatuh di masyarakat dan lembaga," sambungnya.


Seharusnya, kata dia, kalau memang ada perubahan dari Perbup menjadi Perbup PLT dari awal ketika pada saat Perbup pertama direvisi, ada pemberitahuan dari Bappenda kepada kepala desa agar tidak diserap dulu. 


"Kalau gini kan kita jadi nombok. PLT membuat perubahan tanpa melihat dampak yang akan terjadi di desa. Bahkan ada yang harus kami kbalikan sebessr 22 Juta kepada Dispenda," kesalnya.


"Rencananya kami akan mengajukan surat kepada Bappenda agar dicarikan solusinya karena semua sudah direncanakan namun ternyata tidak ada uangnya," harapnya.


Rief