M. Husni
Penggiat Media Sosial
 
 
Profesor Hukum Stanford, Lawrence M. Friedman menyatakan, budaya hukum adalah pola pengetahuan, sikap, dan perilaku kelompok masyarakat terhadap sistem hukum. Kualitas budaya hukum suatu kelompok masyarakat dapat diamati dari tanggapan  dan kesatuan pandangan mereka terhadap gejala-gejala hukum dan nilai-nilai hukum. 
 
Seperti budaya hukum di tubuh TNI-Polri. Fenomena budaya hukum TNI-Polri cenderung berorientasi pada gejala saling menutupi atau blue wall of silence. Ketika ada oknum yang terlibat kasus hukum maka para komandan atau rekan-rekannya cenderung melakukan kode senyap dan saling menutupi sebagai bentuk esprit de corps
 
Saat ini, TNI di bawah kepemimpinan Jenderal Andika Perkasa dan Jenderal Listyo nampak jauh berbeda. 
 
Seperti fenomena budaya hukum  di tubuh Polri. Saat ini lagi ramai soal kasus petinggi Polri  yang sangat menyita perhatian masyarakat, yaitu kasus Irjen Ferdy Sambo dan Irjen Teddy Minahasa. Dimana keduanya melakukan abuse of power.
 
Jenderal Listyo Sigit menggiring anak buahnya sendiri ke lembaga peradilan umum, tanpa pandang bulu. Ini adalah adalah terobosan budaya hukum yang luar-biasa.

Selain menjalani proses melalui siding kode etik, keduanya mendapatkan proses hukum sipil sebagaimana warga negara lainnya. 
 
Begitupun TNI dibawah kepemimpinan Jenderal Andika Perkasa, juga melakukan terobosan budaya hukum yang unik, namun juga berdampak luar biasa. Jenderal Andika mengubah budaya hukum TNI yang esklusif dihadapan hukum, menjadi lebih inklusif.

Semua kasus-kasus hukum yang melibatkan anggota TNI dibahas rutin dan terbuka di hadapan publik dan ditayangkan di media sosial TNI. 
 
Jenderal Andika menjadi Panglima TNI pertama yang berani melakukan terobosan ini. Dengan terobosan ini, rakyat menjadi tahu bahwa TNI sangat menghormati hukum dan menjamin keadilan hukum, apalagi jika ada oknum TNI yang melanggar “Delapan Wajib TNI” kepada rakyat.
 
Di lembaga yang memiliki jiwa korsa yang kuat seperti TNI-Polri, bukan hal yang mudah untuk membangun kualitas budaya hukum ideal di lingkungan internal. Apalagi pada masa Orde Baru, TNI-Polri adalah kelompok warga negara kelas satu, dimana tatkala penegakan hukum diarahkan kepada seorang seorang personel TNI-Polri maka ada kemungkinan hal itu dianggap sebagai serangan terhadap institusi.

Sebuah model jiwa korsa yang membabi buta dan membuat rakyat menjadi ketakutan ketika berhadapan dengan oknum TNI-Polri yang melanggar hukum. 
 
Dengan perubahan gaya kepemimpinan, Jendral Andika dan Jendral Listyo telah mengambil resiko menjadi tidak populer di kalangan internal. Namun, reformasi budaya hukum di tubuh TNI-Polri ini adalah oase masyarakat yang sedang haus keadilan dan merindukan kualitas kepemimpinan yang pro rakyat. 
 
Apa yang sudah dirintis oleh kedua petinggi TNI-Polri tersebut harus menjadi mercusuar bagi generasi muda TNI-Polri di masa mendatang. Bangunlah TNI-Polri yang bekerja dan membangun negeri ini, membangun keadilan dan kesejahteraan masyarakat, dibawah supermasi hukum.           
 
Presiden ke-26 Amerika Serikat, Theodore Roosevelt, menyatakan “Tidak ada manusia selalu di atas hukum, lalu sebagian yang lain selalu berada dibawahnya. Kita juga tidak perlu meminta izin kepada siapapun untuk meminta seseorang taat hukum”. Maka, taat kepada hukum bukanlah pilihan, melainkan kewajiban semua orang, baik yang berstatus sipil maupun militer seperti TNI-Polri.