BOGOR, CEKLISSATU – Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Suara Rakyat (Gemasura) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor ATR/BPN atau Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Bogor, pada Jumat (26/7/2024).

Dalam orasinya massa menyampaikan sejumlah persoalan terkait tanah di Kabupaten Bogor. Aksi tersebut diwarnai dengan teatrikal dan membakar ban.

Koordinator aksi yang juga Ketua Gemasura, Zayanul Iman menyebutkan ada 2.390 perkara yang saat ini tengah ditangani Satreskrim Polres Bogor pada 2022, dan terdapat 500 perkara di antaranya kasus sengketa tanah di Kabupaten Bogor

Ia mengatakan, setengah dari 500 perkara sengketa kepemilikan tanah tersebut diselesaikan secara restorative justice. Sisanya perkara di Kabupaten Bogor sepanjang 2022 tersebut diselesaikan di meja persidangan.

Baca Juga : Ratusan Buruh Kabupaten Bogor Kembali Unjuk Rasa, Desak Cabut UU Omnibus Law dan Tolak Tapera

Berdasarkan tipe 500 perkara sengketa kepemilikan tanah itu ada beberapa di antaranya memasuki perkarangan rumah orang tanpa izin, menguasai lahan milik orang lain dan sebagainya.

"Mafia tanah berujung persengketaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor menjadi momok menakutkan bagi siapa saja. Pasalnya, hal tersebut menimpa semua kalangan, dari mulai masyarakat rentan, perusahaan bahkan unsur pemerintahan," ungkap Zayanul Iman kepada wartawan di lokasi aksi demo.

Zayanul menyontohkan, misalnya kasus tanah terlantar di Kampung Kawung Luwuk, Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan respon khusus atas kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.

"Tentunya ini menjadi fokus utama BPK RI, karena sikap membisu pejabat Kantor Pertanahan dalam menangani masalah ini sangat kacau," ucapnya.

Baca Juga : Ribuan Personel Polisi Siaga Amankan Aksi Unjuk Rasa Tolak Tapera di Patung Kuda dan Kemenkeu

Kemudian menurutnya, baru-baru ini ratusan warga Desa Gunung Putri terancam tanah mereka diambil alih oleh perusahaan. Mereka bahkan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Desa Gunung Putri, Kabupaten Bogor.

"Mereka geram lantaran tanah milik mereka terancam diambil alih oleh salah satu perusahaan tambang. Sengketa lahan antara warga dengan perusahaan tambang ini sudah terjadi selama hampir 40 tahun," jelasnya.

Hasil investigasi, dirinya mendapatkan fakta terbaru terkait terbitnya sertifikat tanah pengganti di Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Bojong Koneng, Babakan Madang. 

Bahkan kata Zayanul, lahan yang di caplok merupakan milik kantor Pemerintah Desa Bojong Koneng. Ia sangat menyayangkan kejadian tersebut dan berbincang dengan Pemerintah Desa setempat. 

Zayanul mengatakan, pihaknya mendapatkan penjelasan dari Desa bahwa Pemerintah Desa Bojong Koneng telah menguasai lahan seluas 34,1 Ha dari tahun 1960 yang tertera di buku C.

Kemudian di tahun 2007 atas keputusan Bupati Bogor menerbitkan surat tentang persetujuan tukar menukar tanah kas desa seluas 34,1 Ha di Desa Bojong Koneng, Babakanmadang yang dikuasai oleh Pemerintah Desa Bojong Koneng dengan tanahseluas 105 Ha milik PT. Citra Kharisma komunika di Desa Selawangi, Tanjungsari.

Sejak ditandatangani surat keputusan Bupati tersebut, diketahui di tahun 2011 tanah kas desa diperjual belikan oleh pihak yang mengaku ahli waris.

Pada 13 Juni 2024 Pemerintah Desa Bojong Koneng dengan ahli waris menandatangani akta Perjanjian Pelepasan tanah ahli waris kepada Pemerintah Desa Bojong Koneng seluas 34,1 Ha. 

"Anehnya dari pertemuan tersebut diketahui telah terbit sertifikat pengganti sebanyak 6 sertifikat, dan parahnya ahli waris ini tak pernah menerima fisiknya sama sekali sampai hari ini,” bebernya. 

Dirinya mengaku akan terus mengawal kasus sengketa lahan di Kabupaten Bogor terkhusus permasalahan Desa Bojong Koneng. Karena diduga ada campur tangan pihak BPN dalam penerbitan sertifikat pengganti. 

Pada aksi demonstrasi yang dilakukan warga dengan mahasiswa itu, turut menggelar aksi bakar ban sambil mengangkat poster dengan tulisan meminta 'Kepala BPN Dicopot'.

Sebelumnya, keluhan yang dirasakan warga soal sertifikat tanah di BPN Kabupaten Bogor itu dirasakan seorang warga Kabupaten Bogor, Andre Grafe Sandi.

Andre mengatakan, kesulitan mendapatkan sertifikat tanah meski semua proses tahapan untuk sertifikat itu sudah dilakukan sejak lama oleh BPN Kabupaten Bogor.

Dia mengaku sudah berkomunikasi dengan BPN Kabupaten Bogor untuk segera mungkin mendapatkan sertifikat tanah yang sudah bertahun tahun belum juga keluar.

"Saya sudah lima tahun lamanya menunggu sertifikat tanah diserahkan, tapi hingga detik ini belum juga keluar, pas ditanya ke orang BPN katanya lagi dilakukan pengecekan, jawabannya gitu terus," ujarnya.

Andre mengatakan, bahwa sertifikat tanahnya sudah rampung diselesaikan. Bahkan berkas tanda terima dokumen sudah dipegang keluarganya sejak 2020 silam.

"Katanya sedang dicek karena ada pengaduan. Padahal tante saya selaku pemilik tanah sudah meninggal empat tahun lalu, lantas pengaduan dari siapa? tidak jelas informasinya," ungkap Andre.

Diketahui, dalam surat tanda terima dokumen yang dipegangnya atas nama pemohon Bustami, yang beralamatkan Cimanggu Lamping, Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor.

Menanggapi aksi tersebut, mewakili Kepala Kantah Kabupaten Bogor, Iman Malvina Yusuf Putra menyatakan, terkait dengan unjuk rasa di Kantah Kabupaten Bogor hari ini, dia melihat bahwa permasalahan yang dituntut menyangkut polemik pertanahan yang berada di wilayah Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor

Menurutnya, memang permasalahan di wilayah tersebut pihak Kantah Kabupaten Bogor baru menerima surat masuk pada 19 Juli 2024. 

"Mungkin kedepannya kita akan melakukan kajian terlebih dulu bersama dengan Seksi teknis lainnya terkait dengan permohonan yang dimohonkan oleh pemerintah desa," ucap Iman didampingi Kasubag TU Muhaimin Hamidun Umar dan Kasi SKP Kantah Kabupaten Bogor, Rani.

Iman menjelaskan, dalam konteks itu pihaknya melihat ada beberapa putusan-putusan pengadilan negeri setempat terkait dengan permasalahan tersebut.

"Mungkin itu, dan dalam waktu dekat terkait tuntutan oleh aksi massa tadi. Dalam waktu dekat kita akan mengkaji dari permohonan itu, tapi kami mohon waktu untuk melihat permasalahannya seperti apa,” bebernya. 

“Karena ini dalam menyelesaikan suatu persoalan tanah tidak bisa langsung begitu saja diselesaikan. Tapi harus adanya kajian-kajian dan mekanisme yang mesti kita tempuh terlebih dulu," pungkasnya.