JAKARTA, CEKLISSATU – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah memulai proses rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional, dan penetapan hasil Pemilu 2024, Rabu (28/2/2024).

Terdapat enam Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang rekapitulasi suaranya telah selesai di tingkat nasional. Yaitu PPLN Athena, Perth, Manila, Rabat, Praha, dan Manama.

Diketahui bahwa dari enam PPLN itu Paslon Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul di empat PPLN. Yakni di Athena, Manila, Praha, dan Manama.

Sedangkan Paslon Capres-Cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar unggul di PPLN Rabat. Kemudian Paslon Capres-Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD unggul di PPLN Perth.

Rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional telah digelar hingga batas akhir pada 20 Maret 2024. Rekapitulasi suara dimulai dengan hasil pemilu di luar negeri, karena dinilai lebih siap dibandingkan dalam negeri. 

Baca Juga : KPU Gelar Rekapitulasi Suara Nasional Hasil Pemilu di Luar Negeri, Dihadiri 120 PPLN

"Dari 128 PPLN, sudah hadir 120," ucap Ketua KPU, Hasyim Asy'ari ketika membuka rapat pleno rekapitulasi suara.

Tetapi, pada rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional tersebut sempat diwarnai skorsing dari pimpinan KPU RI.

Setelah rapat dinyatakan terbuka pada Rabu pukul 10.00 WIB, KPU langsung menskors rapat karena harus menghadiri sidang etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

Hasyim Asy'ari mengatakan, sidang etik DKPP mestinya digelar Selasa pagi pukul 09.00 WIB dan KPU telah meminta izin agar mereka membuka rapat pleno terlebih dahulu. 

"Kami mohon maaf, mohon izin, rapat pleno ini kita skors terlebih dahulu karena kami bertujuh harus menghadiri sidang sebagai teradu dalam sidang DKPP," tutur Hasyim Asy'ari.

Baca Juga : Ontrog KPU Kabupaten Bogor, Ratusan Massa Minta Aplikasi SiRekap Dihentikan

Kemudian, rapat pleno akhirnya baru dibuka kembali Rabu menjelang sore pukul 14.45 WIB. Tetapi, rekapitulasi tidak langsung dimulai, karena KPU harus melayani protes dari para saksi partai politik maupun pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Sejumlah saksi mencecar KPU mengenai sengkarut penghitungan suara dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). 

Saksi dari paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD kompak mempersoalkan pembacaan hasil pemungutan suara di Sirekap yang tidak akurat.

"Banyak teman-teman saya juga dari paslon nomor 1, dari koalisi pendukung, jadi gila suaranya itu, dari 20.000 suara tinggal 500, dari 281.000 suara jadi nol, itu akibat aplikasi Sirekap seolah-olah aplikasi tersebut bermain-main," ungkapsaksi dari pasangan Anies-Muhaimin, Mirza Zulkarnain.

Selain jumlah suara yang turun drastis, Mirza juga mempersoalkan jumlah suara di masing-masing tempat pemungutan suara (TPS) yang jumlahnya bisa jauh lebih besar dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di TPS tersebut. 

"Kan bisa, Pak, di aplikasi tersebut kita bikin sistem, DPT 300, di-close saja 300 buat DPT, tapi nyatanya di lapangan bisa sampai 1,5 juta, 800.000, 500.000," ucapnya. 

Mirza mengaku pihaknya sudah mengirim surat kepada KPU dengan tembusan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk meminta agar ada audit terhadap teknologi informasi aplikasi Sirekap. 

Ia melanjutkan, kubu Anies-Muhaimin mendapat informasi bahwa banyak kelemahan dalam aplikasi tersebut sehingga perlu ada audit untuk mengecek kelayakannya. 

Tetapi, surat tersebut tidak pernah dibalas oleh KPU RI. "Apa yang kita khawatirkan ternyata terjadi akibat Sirekap itu, kan," ujar Mirza.

Sementara itu, saksi dari pasangan Ganjar-Mahfud, Al Munandir, juga mencecar KPU soal penggunaan Sirekap dalam rekapitulasi suara secara berjenjang. 

Menurutnya, aplikasi Sirekap membuat kegaduhan karena ada yang menyebut aplikasi itu menjadi dasar rekapitulasi, tapi ada juga yang bilang tidak. 

"Ini sudah membuat kegaduhan di hampir semua tingkatan pleno, ada pemahaman-pemahaman yang berbeda, ada yang mengatakan jadi dasar, ada yang tidak," ucap Al Munandir. 

Dia juga mempersoalkan tidak dilibatkannya peserta pemilu dalam proses sinkronisasi data yang menurutnya sangat krusial. 

"Kenapa paslon peserta pemilu tidak diundang, padahal ini hal yang krusial pak, ini persoalan angka, persoalan krusial, karena semua yang disinkronisasi adalah data-data yang berangkat dari TPS," katanya.

Hasyim pun menjelaskan bahwa rekapitulasi suara secara berjenjang menggunakan formulir C yang berisi hasil penghitungan suara di setiap TPS, bukan data yang ada di aplikasi Sirekap. 

Dia menyebutkan, proses rekapitulasi mulai tingkat kecamatan pun berdasarkan forumlir C yang didapat dari TPS-TPS. 

Maka itu, apabila ada data yang tidak sinkron maka akan dicocokkan dengan data yang tercantum di formulir. 

"Pleno hasil TPS itu yang di-scan dan dikirim ke data center. Sehingga, kalau misalkan ada pembacaan hasil pembacaan yang tidak sinkron tentu yang dijadikan rujukan adalah unggahan formulir tadi itu," terang Hasyim.