JAKARTA, CEKLISSATU - Sidang kasus dugaan suap proyek pengadaan barang di Badan SAR Nasional (Basarnas) tahun 2021-2023 kembali digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (28/1/2024). 


Persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Adeng, dengan hakim anggota Kolonel Kum Siti Mulyaningsih, dan Kolonel Chk Arwin Makal, serta Panitera pengganti Mayor Chk Khairudin, dan Oditur Kolonel Laut (H) Wensaslaus Kapo, kali ini masih mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi


Ada tiga saksi yang didengar keterangannya secara langsung dengan terdakwa Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, sebagai penerima suap. 

Baca Juga : Pj Bupati Bogor Asmawa Tosepu Minta BPBD Siaga Antisipasi Bencana


Adapun ketiga saksi itu, mantan Kepala Basarnas Marsdya Purn Henri Alfiandi yang merupakan tersangka kasus yang sama Hari Wibowo sopir PT Intertekno Grafika Sejati dan Erna Setiani sebagai staff keuangan.


Novi Pramita Rahmasari dari Kantor Hukum PRO Alliance, kuasa hukum mantan Kepala Basarnas Marsdya Purn Henri Alfiandi mengungkapkan, dalam persidangan kali ini masih fokus pada dugaan suap kepada terdakwa  Afri Budi Cahyanto (ABC) terkait proyek public safety diving dan alat pendeteksi pencari korban reruntuhan sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan oleh Oditur Militer.


"Saat ini sudah tidak relevan untuk terus membahas mengenai dugaan suap di Basarnas sebesar Rp 88,9 miliar sebagaimana pemberitaan sebelumnya," kata Novi, usai persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis malam (28/1/2024). 


Sesuai dengan surat dakwaan yang disajikan oleh oditur militer, lanjut Novi, bahwa dugaan suap yang terjadi di Basarnas bernilai sebesar Rp 7,8 miliar. 


Novi menjelaskan sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan Afri Budi Cahyanto, dugaan suap yang diduga melibatkan Henri Alfiandi ditujukan untuk Dana Komando (Dako) yang peruntukannya untuk kepentingan Basarnas


"Uang yang diberikan bukan untuk pribadi melainkan untuk kesejahteraan institusi. Dan Dako itu dicatat dalam pembukuan. Jadi tidak benar jika dikatakan ada persengkokolan suap," ucapnya. 


Menurutnya, dalam persidangan kali ini terungkap fakta bahwa Henri Alfiandi memberikan kuasa kepada sekretariat utama (Sestama) dan penjabat pembuat komitmen (PPK) untuk penggunaan anggaran di Basarnas


"Ada ketentuan yang mengatur bila pengadaan barang dan jasa paling tinggi Rp 100 miliar maka kewenangannya di pengguna anggaran (Sestama/PPK)," ucapnya. 


Pada perkara ini masih kata Novi, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak sebesar Rp89,9 miliar, faktanya kontrak ini baru berjalan pada tahap pertama yaitu mempersiapkan alat derek di kapal Ganesha, belum pada alat utamanya yaitu robotik RoV hal ini terjadi bertahap karena kurangnya dana, oleh sebab itu dilakukan multy years agar peralatan yang sangat dibutuhkan tersebut bisa dimiliki. 


Dan terbukti pula pihak mitra kerja tidak pernah memberikan dana kepada Basarnas.


Kemudian pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar. Ditemukan fakta bahwa Basarnas (Negara-red) justeru di untungkan. Pasalnya, kontrak awal yang dilakukan William (PT. Inovasi Pertahanan) yang bernilai 9,9M tersebut hanya untuk 1 set peralatan, setelah di ambil alih Mulsunadi (PT Sejati grup) ditemukan fakta bahwa Basarnas menerima peralatan deteksi reruntuhan sebanyak 2 set, artinya kontrak awal yang dilakukan kelebihan harga 3M. 


Kontrak pengadaan alat deteksi dilakukan pertahun mulai dari 2021- 2023, Basarnas hingga akhir 2023 menerima 7 set dan bila tetap menggunakan Pt. Inovasi pertahanan (William) hanya mendapatkan 3 set saja. Dengan demikian dapat disimpulkan negara justru dapat menghemat kurang lebih 35 milliar. 


Perubahan dari PT Inovasi ke PT Sejati dilakukan karena ketidak mampuan PT Inovasi mendapatkan surat lisensi penunjukan dari Pabrikan hal tersebut tidak bisa di dapatkan karena waktu kontrak pengadaan hanya 2 bulan saja dan dana pembelian alat deteksi ini didapat dari penghematan BBM kapal, dimana peralihan belanja modal ke belanja barang harus seijin Menkeu yg teralisasi pd tgl 1 nov 2021.


Sementara itu dalam peraturan di Basarnas nilai kontrak diatas 100M merupakan wewenang (PA) KaBasarnas sedangkan dibawah itu merupakan wewenang KPA dan PPK.


"Karena nilai kontrak yg menjadi perkara di bawah Rp 100 Milyar , maka bukan kewenangan Pak Henri. Artinya, Pak Henri tidak menggunakan kewenangannya memenangkan tender. Beliau hanya mendapat laporan ada proyek tersebut dan melakukan pengawasan," pungkasnya.