JAKARTA, CEKLISSATU - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) merupakan suatu momentum yang harus direfleksikan secara mendalam oleh seluruh elemen bangsa.

Setiap 2 Mei menjadi peringatan Hardiknas, yang merupakan hari lahir bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

Hardiknas 2024 menjadi momentum yang harus disadari secara seksama, bagaimana realita pendidikan yang terjadi hari ini menjadi cerminan apakah kita akan mampu dan berhasil mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI), Yoga Triana Anshory menyoroti betul bahwa pendidikan di Indonesia saat ini masih jauh dari perwujudan cita-cita bangsa.

Baca Juga : Penerapan Pakaian Adat Menjadi Seragam Sekolah di Depok

"Melihat realita yang terjadi, persoalan pendidikan di Indonesia belum menunjukkan optimisme yang maksimal. Krisis karakter masih terjadi, sehingga pendidikan dengan segala kebijakannya, hanya terkesan sebagai narasi yang melangit tinggi, akan tetapi tidak diimbangi dengan Aksi - aksi yang membumi," kata Yoga.

Dia menambahkan, dalam berbagai permasalahan yang terjadi, krisis moral mendominasi cerminan penerapan pendidikan karakter yang gagal di Indonesia.

Seperti maraknya kasus bullying atau perundungan yang  bahkan hingga merenggut nyawa. Mirisnya  lagi, sepertiperundungan yang terjadi pada jenjang sekolah dasar yang menimpa bocah berinisial FA di Bekasi hingga harus di rawat di rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia.

"Karakter merupakan hal yang sangat fundamental, bagaimana semua mengamini bahwa adab lebih tinggi dari Ilmu. Hal itu dimaksudkan bahwa seharusnya pendidikan adalah solusi terbentuknya karakter yang unggul untuk setiap anak di Indonesia. Akan tetapi malah menjadi momok yang membuat Pendidikan seolah kehilangan entitasnya," jelas Yoga.

Baca Juga : Komisi III Soroti Pembangunan Dua Unit Sekolah Satu Atap

Selain itu, Yoga yang juga Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI), yang juga aktivis yang peduli pada pendidikan itu menyangkan biaya pendidikan di Indonesia yang kian hari semakin tinggi, serta minimnya kesejahteraan dan kualitas guru di Indonesia.

Biaya pendidikan menjadi suatu permasalahan yang dihadapi oleh seluruh anak di Indonesia. Padahal jelas di dalam Dalam UUD 1945 Pasal 28 telah dijelaskan bahwa hak asasi manusia ialah hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga, hak untuk berkomunikasi hingga hak untuk mendapatkan pendidikan.

Kemudian setelah UUD 1945 di amandemen maka BAB XIII diubah menjadi Pasal 31 tentang pendidikan dan Pasal 32 tentang kebudayaan. Amandemen ini memberikan pendidikan yang harus dipenuhi oleh negara kepada warga negaranya.

Akan tetapi realita yang terjadi, pendidikan dengan biaya yang sangat tinggi seolah menjauhkan kesempatan untuk anak anak di Indonesia menggapainya.

Anak petani, anak pedagang, anak nelayan, anak buruh, anak dengan orang tua yang berpendapatan rendah seolah harus mengubur mimpi mereka. Sebab mereka sadar bahwa pendidikan terlalu mahal untuk dapat dijangkau olehnya dengan pendapatan keluarga yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

"Saya merasakan betul, bagaimana untuk dapat merengkuh pendidikan tinggi, harus mengeluarkan biaya yang sangat besar, dengan berbagai cara hingga mendapatkan beasiswa. Masih saja biaya itu sangat tinggi dan terasa mahal. Ini satu hal yang menjadi catatan untuk dapat dibenahi secara menyeluruh. Bahkan banyak mahasiswa yang terjerat pinjol untuk membayar biaya kuliahnya," tutur Yoga.

Baca Juga : Jawab Isu Ekstrakurikuler Pramuka Dihapus, Kemendikbudristek: Wajib Disediakan Satuan Pendidikan

"Miris dan sangat teramat menyedihkan. Kondisi ini harusnya dapat dilihat secara menyeluruh dan komprehensif oleh pemerintah untuk dapat menekan biaya pendidikan. Agar semua anak di Indonesia tidak lagi takut untuk merealisasikan mimpinya," lanjutnya.

Pada kondisi yang masih sama, kesejahteraan dan kualitas guru harus menjadi perhatian khusus. Bagaimana para pendiri bangsa hari ini pasti menangis, karena Guru hanya menjadi objek dari segala kebijakan yang ada.

Kesejahteraan dan kualitas bukan menjadi prioritas di pendidikan Indonesia saat ini.

Padahal, menurut Yoga, penentu implementasi atau terapan kualitas pendidikan Indonesia ada pada guru yang berkualitas, dengan ditunjang oleh kesejahteraan yang baik bagi setiap guru.

Baca Juga : Atang Trisnanto Bersama PGRI Kota Bogor Bagikan Bingkisan Idul Fitri

"Kita lihat hanya di Indonesia guru dibayar dengan sistem honorer. Guru hanya menjadi pelaksana administrasi dari setiap kebijakan yang terus berubah. Padahal harusnya guru fokus untuk terus meningkatkan kualitasnya, sebab teladannya sangat di butuh oleh setiap siswa di Indonesia," ujarnya.

Yoga menuturkan masih banyak sekali hal - hal yang fundamental untuk kita benahi bersama.

Pendidikan harus menjadi tonggak utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045, sbab pendidikan harus menjadi prioritas semua elemen bangsa. Dengan sumber daya manusia yang unggul kita bisa optimis maju dan menjadi negara adidaya.

Bukan hanya melontarkan kritikan, aktivis yang juga mendirikan yayasan pendidikan itu, mempersiapkan gerakan untuk mendorong upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

"Kami senantiasa terus bergerak, mewujudkan pendidikan yang berkualitas adalah sebuah komitmen yang harus dilakukan bersama. Oleh karena itu, di tahun 2024 ini kami akan turun untuk memastikan anak-anak di Indonesia percaya diri dalam mewujudkan mimpi-mimpinya. Keberanian dan rasa optimisme itu harus dibangun, dan itu akan kita kerjakan dengan berkolaborasi bersama beberapa yayasan atau foundation yang bergerak pada kepedulian terhadap dunia penndidikan. Juga tentunya kami berharap Pemerintah bersedia bergandengan tangan untuk mewujudkan kualitas Pendidikan itu benar benar tercipta dan membumi," tutup Yoga.