JAKARTA, CEKLISSATU - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sebanyak 60 rekening terkait aliran dana umat atau donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT). 

"PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 30 penyedia jasa keuangan," tutur Ivan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada awak media di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu 6 Juli 2022.

Menurut Ivan, pihaknya mengaku sudah lama melakukan kajian berdasarkan database PPATK terkait aliran dana ACT. Hasilnya, memang terlihat aliran dana masuk dan keluar dengan perputaran nilai Rp 1 triliun per tahunnya.

"PPATK juga mendalami bagaimana struktur kepemilikan yayasan, pengelolaan pendanaan, dan sebagainya. Memang PPATK melihat entitas yang lagi kita bicarakan ini berkaitan dengan kegiatan usaha yang dimiliki oleh pendirinya, ada beberapa PT di situ," jelas dia.

Baca Juga : Sufmi Dasco Minta Polri Usut Tuntas Dugaan Penggelapan Dana ACT

Menurut Ivan, yayasan lain yang terafiliasi dengan ACT tidak hanya terkait dengan donasi bantuan hingga zakat, namun juga ada perusahaan, dan lainnya yang bersinggungan dengan investasi.

"Dan di bagian bawah ada yayasan terkait ACT. Ada transaksi yang kita lihat dilakukan secara masif, namun entitas terkait si pengurus tadi. Jadi kami menduga transaksi dari bisnis ke bisnis dan dikelola. Jadi ada keuntungan," kata Ivan.

Sementara itu, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri masih menyelidiki terkait hasil penelusuran PPATK terkait dengan lembaga kemanusiaan ACT.

Diketahui, Organisasi filantropi ACT tengah jadi perbincangan publik. Publik menyoroti besarnya gaji pejabat, biaya operasional hingga dugaan penyalahgunaan dana kemanusiaan.

Baca Juga : Kemensos Cabut Izin Pengumpulan Sumbangan ACT

Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan, penyelidikan itu dilakukan untuk menggali sejumlah fakta atas kasus tersebut.

"Sampai saat ini masih penyelidikan, penyidik masih berupaya menggali fakta-fakta apakah ada unsur pidana atau tidak," kata Andi Rian. 

Selain itu, jenderal bintang satu ini menjelaskan, kasus tersebut dilakukan penyelidikan oleh aparat kepolisian karena memang ternyata sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri.

"Pelapor PT Hydro, melakukan kerja sama dengan ACT, namun tidak berjalan," ujarnya.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga ikut turun tangan. Direktur BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid, menyatakan data hasil penelusuran PPATK terkait aliran dana mencurigakan organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) merupakan data intelijen.

Nurwakhid menjelaskan data tersebut masih memerlukan kajian dan pendalaman. Sehingga, saat ini ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT) .

"Pada prinsipnya data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 tentang kasus ACT merupakan data intelijen terkait transaksi yang mencurigakan sehingga memerlukan kajian dan pendamalam lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme," kata Nurwakhid kepada Liputan6.com.