JAKARTA, CEKLISSATU - Perundungan atau bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan suatu kelompok atau individu dari waktu ke waktu terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.

Semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi sekarang, semakin mudah juga kita berkomunikasi. Namun tidak sedikit juga dampak negatif yang terjadi akibat perkembangan teknologi sekarang ini. Salah satunya yang paling sering kita temui yaitu cyberbullying.

Etika di dunia digital menjadi landasan yang harus dimiliki setiap orang karena di ruang digital individu dituntut untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural.

Baca Juga : Ada Perundungan, Dewan Pertanyakan Kota Bogor Belum Layak Anak

Untuk mencegah bullying di dunia digital, Kementeriam Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama DPR mengadakan seminar literasi digital dengan tema ‘Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital’, Selasa 28 Fenruari 2023.

Anggota Komisi I DPR, Mukhlis Basri mengatakan, digitalisasi mempengaruhi kehidupan, namun perlu kemampuan memahami dan mengolah informasi yang baik. Ruang digital bisa dimanfaatkan sebagai media interaksi dan pembelajaran yang relative murah.

Media sosial dengan kolom komentar memberikan efek menyenangkan kepada pengguna, beberapa pengguna menjadi kecanduan melayangkan komentar di media sosial, kecanduan tersebut mengakibatkan Sebagian besar waktu dihabiskan untuk berselancar di media sosial,” kata Mukhlis. Mukhlis menambahkan, dorongan untuk mendapatkan dukungan dan bahaya potensial dari tindakan perundungan. 

Mendapatkan pujian, komentar dan dukungan atas postingan di media sosial dapat memberikan perasaan yang menyenangkan. 

“Hal itu bisa jadi memicu tindakan perundungan,” ujarnya. 

Sementara itu, Dosen FISIP Universitas Lampung, Ikram mengatakan, perundungan di ranah digital biasanya berlanjut ke dunia nyata atau pelaku dan korban akan bertemu selain di dunia digital. Selain itu, ujaran kebencian seperti menghina dan menghujat di media sosial juga marak terjadi. Platform yang paling banyak ada cyberbullying adalah Instagram dengan presentase 42% mengalahkan Facebook dan snapchat.

“Alasan seseorang menggunakan platform digital adala untuk sosialisasi, komunikasi, kreasi, bermain, dan belajar. Akan tetapi banyak disalahgunakan untuk platform perundungan, dampaknya yakni dampak psikologis yang mudah marah, depresi, gelisah, dan perasaan negatif lainnya,” kata Ikram. 

Ikram menambahkan, sekitar 84% orang menginginkan cyberbullying dihentikan, 20% korban memblokir pelaku intimidasi, 25% korban merekam kejahatan pelaku, 90% siswa menghindari pelaku cyberbullying, dan 68% remaja telah memberi tahu orang dewasa yang dipercaya.

“Cara mengasuh anak di era digital adalah orangtua harusnya sepenuhnya ada untuk anak, menjadi role model yang baik, orangtua harus serba ahli, melakukan komunikasi efektif, pola asuh yang sama dan seimbang,” tambah Ikram. 

Perlunya pendidikan dan pemahaman bersosial media yang baik dan benar sangatlah penting dimulai sejak dini dan diajarkan di sekolah, menggunakan device teknologi dan platform sosial media, tapi juga etika dan cara berkomunikasi.

CEO of Bicara Project 2020, Rana Rayendra mengatakan, hal yang melatarbelakangi harus etis dalam bermedia sosial adalah interaksi dan komunikasi dengan berbagai perbedaan kultural, interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru etika, hubungan dengan banyak orang melintasi geografis dan budaya, hubungan lebih jauh dan berkolaborasi dengan orang lain, dan aktivitas diruang digital memerlukan etika digital.

“Dunia digital itu tidak tersentuh, jangkauannya luas, tidak terbatas ruang dan waktu, massal, mudah diterima dan mudah dibagikan,” kata Rana. 

Rana megatakan, ada 5 cara untuk mencegah tindak kejahatan bullying di dunia digital

“Yaitu dengan berpikir sebelum mengetik, meningkatkan empati, toleransi antar sesama, tidak menyinggung pribadi, dan teguh pendirian,” tutup Rana.