JAKARTA,CEKLISSATU - Penghargaan Nobel Perdamaian 2023 kepada aktivis Iran Narges Mohammadi mencerminkan keberanian dan tekad perempuan Iran, kata Kantor PBB untuk Hak Asasi Manusia, Sabtu 7 Oktober 2023.

“perempuan Iran telah menjadi sumber inspirasi dunia. Kita telah melihat keberanian dan tekad mereka dalam menghadapi intimidasi, kekerasan, dan penahanan," kata juru bicara kantor tersebut,  Elizabeth Throssell, dalam konferensi pers PBB di Jenewa.

"Keberanian dan tekad ini sungguh besar," kata dia.

Dia menyebut kaum perempuan Iran mengalami pelecehan dan diskriminasi yang kian parah, baik secara hukum, sosial, maupun ekonomi, karena pilihan mereka dalam berpakaian.

"Nobel ini benar-benar menyingkapkan  keberanian dan tekad perempuan di Iran."

Juru bicara layanan informasi PBB di Jenewa, Alessandra Velluci, menilai penghargaan ini diberikan kepada Mohammadi karena "perjuangannya dalam melawan penindasan terhadap perempuan dan anak perempuan di Iran."

"Kami membela hak-hak perempuan di seluruh dunia, termasuk di Iran dan di mana pun, di mana hak-hak dasar mereka sering dilanggar," kata Velluci.

Mohammadi memenangkan Nobel Perdamaian 2023 atas perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di negaranya. 

Selain itu, Komite tersebut juga memberikan Nobel itu kepada Mohammadi atas perjuangannya dalam mempromosikan hak asasi manusia dan kebebasan universal.

Mohammadi (51) adalah seorang perempuan  pembela hak asasi manusia, dan pejuang kemerdekaan, kata komite tersebut.

"Dengan menganugerahkan Nobel Perdamaian tahun ini, Komite Nobel Norwegia ingin menghormati perjuangannya yang berani demi hak asasi manusia, kebebasan, dan demokrasi di Iran."

"Keberaniannya telah membuat dia kehilangan banyak hal. Total rezim Iran telah 13 kali menangkapknya, lima kali menghukumnya, dan menjatuhkan hukuman total 31 tahun penjara dan 154 kali cambukan," kata komite itu.

"Penghargaan Perdamaian tahun ini juga ditujukan untuk  ratusan ribu orang yang, pada tahun sebelumnya, berdemonstrasi menentang kebijakan diskriminatif  dan penindasan dari rezim teokratis yang membidik kaum  perempuan," kata komite tersebut.

Demonstrasi ini mengacu pada unjuk rasa nasional yang pecah setelah seorang wanita muda Iran bernama Mahsa Amini meninggal di dalam penjara pada September 2022.