BANDUNG, CEKLISSATU -  Ribuan pengendara ojek online (ojol) dan taksi online melakukan aksi demonstrasi di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (25/6/2024), tepatnya di depan Gedung Sate. Mereka menolak tarif murah dan meminta agar pemerintah mendorong perusahaan aplikasi menaikkan tarif bagi ojol.

Penanggungjawab aksi Yulinda Rambing mengatakan pengemudi taksi online hanya menerima Rp 2.500 per kilometer dari tarif bawah sebesar Rp 3.500. Sedangkan pengendara ojek online hanya menerima Rp 1.500 per kilometer dari tarif bawah 2.500. 

"Harga itu Rp 3.500 tapi itu belum potongan sampai 30 persen pada saat ke terima bersih oleh driver itu hanya Rp Rp 2.500 per kilometer untuk kendaraan roda empat," ucap dia ditemui di Jalan Diponegoro, Selasa (25/6/2024).

Ia melanjutkan bagi pengendara ojek online hanya menerima Rp 1.500 per kilometer dari tarif bawah Rp 2.500. Tarif tersebut, Yulinda menilai sangat merugikan kepada ojol dan pengemudi taksi online.

"Kita mendorong pemerintah untuk memanggil pihak aplikator tolong pihak aplikator mengikuti (tarif) peraturan pemerintah," kata dia. 

Baca Juga : Empat Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Jalani Tes Psikologi

Yulinda melanjutkan tarif bawah dan tarif atas diberlakukan berdasarkan peraturan menteri perhubungan nomor 118 tahun 2018 tentang penyelenggaraan angkutan sewa khusus. Pihaknya berharap agar pihak aplikasi mengikuti peraturan pemerintah tentang tarif bawah dan tarif atas. 

"Yang diharapkan kita gak neko-neko minimal aplikator mengikuti aturan pemerintah Rp 3.500 cuma memang ada tim negosiasi memang tuntutan kita di atas itu Rp 5.000," kata dia.

Ia menambahkan total pengendara yang mengikuti aksi mencapai 3.000 orang dari 80 komunitas di Kota Bandung. Mereka mitra berasal dari berbagai aplikasi seperti Gojek, Grab, Indrive dan Maxim.

"Tuntutannya tolak tarif murah. Kalau yang lain gak terlalu yang utama tolak tarif murah," kata dia. 
Ia berharap pihak aplikasi tidak menjadikan pengendara ojol dan pengemudi taksi online sebagai korban. Terkait persaingan antar aplikasi, Yuliana menilai lebih baik aplikasi melapor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).