JAKARTA, CEKLISSATU – Dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres, Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan menyinggung kasus pelanggaran etik eks ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman.

Anies mengatakan, kasus itu merupakan salah satu bentuk intervensi kekuasaan dalam rangkaian pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Intervensi ini sempat merambah hingga pemimpin Mahkamah Konstitusi," ungkap Anies, Rabu (27/3/2024).

Anies menyebutkan, pemimpin di MK semestinya menjadi benteng terakhir dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, bukan malah diintervensi kekuasaan.

Baca Juga : Sidang Perdana PHPU Pilpres Digelar Besok di MK, Agenda Pendahuluan Permohonan

"Ketika pemimpin Mahkamah Konstitusi yang seharusnya berperan sebagai jenderal benteng pertahanan terakhir menegakkan prinsip-prinsip demokrasi terancam oleh intervensi, maka pondasi negara ktia, pondasi demokrasi kita, berada dalam bahaya yang nyata," ucap Anies

Diketahui, Anwar Usman dicopot dari jabatan ketua MK karena dinyatakan melanggar etik berat terkait putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.

Berkat putusan tersebut, keponakan Anwar yakni Gibran Rakabuming Raka berhak maju pada Pilpres 2024 meski baru berusia 36 tahun. 

Padahal, ketentuan dalam UU Pemilu sebelumnya mengatur bahwa usia minimal untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun. 

Baca Juga : TPN Ganjar-Mahfud Resmi Daftarkan Gugatan Sengketa Pilpres 2024 ke MK

Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. 

Dalam PKPU itu, syarat usia minimal masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun. 

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu. 

Selain itu, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud juga mendalilkan soal adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, dan terlanggarnya asas-asas pemilu di dalam UUD 1945.