JAKARTA, CEKLISSATUPasca Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan putusannya terkait sengketa Pilpres 2024, PDI Perjuangan (PDIP) menerbitkan lima poin sikap.

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto menegaskan, keputusan MK seharusnya didasarkan hukum yang jernih melalui penggunaan hati nurani.

"Keputusan hakim MK seharusnya didasarkan pada pertimbangan hukum yang jernih berdasarkan suara hati nurani, keadilan yang hakiki, sikap kenegarawanan," ungkap Hasto. 

"Kemudian keberpihakan pada kepentingan bangsa dan negara, serta kedisiplinan di dalam menjalankan UUD NKRI 1945 dengan selurus-lurusnya," tambah Hasto. 

Baca Juga : Sidang PHPU: Intervensi Presiden dan Bansos Tidak Terbukti, MK Tolak Permohonan Anies-Muhaimin

Hasto kemudian membacakan poin pertama dari sikap PDI Perjuangan soal putusan PHPU untuk pilpres 2024

Hasto menyatakan, PDIP menilai para hakim MK tidak membuka ruang terhadap keadilan yang hakiki, melupakan kaidah etika dan moral, sehingga MK semakin melegalkan Indonesia sebagai negara kekuasaan. 

"Konsekuensinya, Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi yang semakin melegalkan bekerjanya Othoritarian Democracy melalui penyalahgunaan kekuasaan," ucap Hasto.

Selain itu lanjut Hasto, PDIP menilai demokrasi di Indonesia terbatas pada demokrasi prosedural. 

Baca Juga : Sidang Putusan Sengketa Hasil Pilpres 2024, MK Tolak Seluruh Gugatan Ganjar-Mahfud

Hal itu berdampak pada legitimasi kepemimpinan nasional ke depan akan menghadapi persoalan serius, terlebih dengan berbagai persoalan perekonomian nasional dan tantangan geopolitik global. 

Berikut isi lima poin sikap PDIP terhadap putusan MK soal sengketa Pilpres 2024

Pertama, PDI Perjuangan menilai bahwa para hakim MK tidak membuka ruang terhadap keadilan yang hakiki, melupakan kaidah etika dan moral, sehingga MK semakin melegalkan Indonesia sebagai negara kekuasaan. Konsekuensinya, Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi yang semakin melegalkan bekerjanya Othoritarian Democracy melalui penyalahgunaan kekuasaan.

Kedua, PDI Perjuangan menilai bahwa demokrasi di Indonesia terbatas pada demokrasi prosedural. Dampaknya, legitimasi kepemimpinan nasional ke depan akan menghadapi persoalan serius, terlebih dengan berbagai persoalan perekonomian nasional dan tantangan geopolitik global.

Ketiga, PDI Perjuangan mengkhawatirkan bahwa berbagai praktik kecurangan Pemilu 2024 secara TSM, termasuk penggunaan sumber daya negara dan instrumen negara, akan semakin mewarnai pelaksanaan pemilu ke depan, mengingat berbagai kecurangan pemilu presiden 2024 yang dibiarkan akan cenderung diterapkan kembali dengan tingkat kerusakan terhadap nilai-nilai demokrasi yang semakin besar dan mematikan prinsip kedaulatan rakyat di dalam menentukan pemimpinnya.

Keempat, Meskipun MK gagal di dalam menjalankan fungsinya sebagai benteng Konstitusi dan benteng demokrasi, namun mengingat sifat keputusannya yang bersifat final dan mengingat, maka PDI Perjuangan menghormati keputusan MK, dan akan terus berjuang di dalam menjaga Konstitusi, dan memperjuangkan demokrasi melalui pelaksanaan Pemilu yang demokratis, jujur dan adil, serta berjuang untuk menggunakan setiap ruang hukum termasuk melalui PTUN.

Kelima, PDI Perjuangan mengucapkan terima kasih kepada seluruh elemen bangsa yang telah berjuang untuk menjaga Konstitusi dan demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada para guru besar, para cendekiawan, seniman dan budayawan, dan kelompok masyarakat sipil lainnya yang telah berjuang di dalam melawan berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan. PDI Perjuangan juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pendukung Ganjar – Mahfud, baik partai politik maupun para relawan yang telah berjuang mati-matian melawan berbagai bentuk kecurangan Pemilu. Percayalah bahwa keputusan hakim MK yang menolak seluruh dalil gugatan akan dicatat dalam sejarah, dan keputusan tersebut harus dipertanggung jawabkan terhadap masa depan. Sebab kebenaran dalam politik akan diuji oleh waktu. Satyam Eva Jayathe.