BOGOR, CEKLISSATU - Royalti, beberapa hari ini tengah menjadi satu kata yang terus muncul di media-media konvensional bahkan hingga obrolan di warung-warung kopi. Mengapa demikian, pasalnya dua musisi besar Indonesia, yakni Once dan Ahmad Dhani tengah beradu argumen tentang royalti akibat beberapa lagu Dewa 19 dinyanyikan oleh Once yang sudah sejak 2011 memutuskan berkarir solo dan keluar dari Dewa 19. Ahmad Dhani pun, pernah tersangkut masalah royalti dan hak cipta berkat judul lagu Arjuna yang diklaim oleh penulis bernama Yudistira.


Meskipun sudah menuju titik terang dan kedua musisi besar tersebut sudah bertemu, namun edukasi mengenai royalti harus kembali didaratkan ke masyarakat. Menurut Peneliti dari Universitas Djuanda yang telah serius meneliti tentang hak cipta karya musik dan lagu, Doktor Nurwati menjelaskan bahwa royalti ialah inti dari hak ekonomi para pencipta atau pemegang hak cipta yang sejauh ini masih menjadi polemik di kalangan musisi, akademisi ataupun stakeholders lain yang memiliki kepentingan di lingkupnya.

Baca Juga : TUS dan Kebun Raya Bogor Kolaborasi Gelar Me-Time Bersama Anak Thalassemia POPTI


Royalti merupakan imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Royalti juga menunjukkan penghargaan atas ide, bakat dan jerih payah para pencipta dan pemegang hak terkait, serta untuk memberikan semangat dan motivasi kepada para pencipta dan pemegang hak terkait untuk menciptakan kembali karya-karya baru lainnya. Tanpa adanya royalti, tidak ada penghargaan yang patut diterima Pencipta dan Pemegang Hak Terkait. Akibatnya proses Penciptaan atau kreativitas akan terhenti.


Di Indonesia proses penarikan, pengelolaan dan pendistribusian royalti dilakukan oleh (Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Royalti ditarik dari user/pengguna yang memanfaatkan untuk kepentingan komersil seperti tempat karaoke, konser dan lain sebagainya. Lalu royalti tersebut dikelola dan didistribusikan kepada para pencipta lagu yang sudah melisensikan karyanya kepada LMK tersebut.


Tarif pembagian royalti sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, hanya saja tinggal impelementasinya sudah sejauh mana peraturan tersebut dijalankan.


Pembagian hak ekonomi (royalti) pencipta karya cipta musik dan lagu sepatutnya mengikuti prinsip dasar ajaran Teori Utilitarianisme yang dikemukakan oleh Bentham dengan meletakkan jaminan kebahagiaan pada setiap individu kemudian kepada orang banyak sebagai tujuan hukum. “The greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari sebanyak-banyaknya orang). Prinsip ini harus diterapkan secara kualitatif, karena secara kualitas kesenangan selalu sama.


Sejalan dengan teori kesejahteraan tersebut, Guru Besar Hukum Universitas Djuanda, Prof. Martin Roestamy juga memaparkan tujuan hukum yaitu untuk mencapai keadilan, ketertiban, perdamaian dan kesejahteraan. Karena menurut Prof Martin Roestamy Hukum merupakan seperangkat aturan dan ketentuan yang mengatur tata tertib kehidupan, masyarakat dan negara yang bersumber dari masyarakat dan negara untuk keadilan, ketertiban, perdamaian dan kesejahteraan.


Bagi para musisi, kesesuaian dan kejelasan tarif royalti pencipta karya musik dan lagu yang dimuat dalam peraturan-peraturan menjadi salah satu faktor pendukung kesejahteraan. Lebih jauh lagi, setelah disahkannya UUHC Tahun 2014 Hak Cipta pada Pasal 16 ayat (3) dijelaskan bahwa hak cipta dapat dijadikan objek jaminan fidusia untuk mengajukan perkreditan ke bank. Itu sudah menjadi salah satu solusi bagi para pencipta dan juga menjadi salah satu tolok ukur dalam memenuhi kebahagiaan setiap individu bahwa karyanya dapat bermanfaat bagi kehidupannya.


Para pengguna (user) yang memanfaatkan lagu secara komersil harus lebih sadar bahwa ada hak ekonomi pencipta lagu yang terdapat dalam sebuah karya lagu tersebut, sehingga pencipta lagu tidak merasa dirampas hak ekonominya oleh para pengguna lagu komersil dan ia dapat mencari nafkah serta hidup sejahtera dari hasil karyanya.


Ditulis oleh: 


Adi Juardi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda