JAKARTA, CEKLISSATU - Para pejabat eselon hingga pegawai di lingkup Badan SAR Nasional (Basarnas) mengaku menerima uang Dana Opersional. Demikian seperti diakui tiga orang saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Mahkamah Tinggi (Dimilti) II Jakarta, Senin 29 Januari 2024. 

Sidang yang dimulai pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB tersebut, menghadirkan tiga orang saksi dari Basarnas. Mereka adalah Sekretaris Utama Basarnas (Sestama) Dr. Abdul Haris Rifai, Kasiminpers Dispers Denma Kodiklatau (Bp Smin Kabasarnas) Kapten Adm Ina Kusmina, dan ASN Basarnas Aditya Dwi Setiarto. 

Seperti sebelumnya, persidangan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Adeng, dengan hakim anggota Kolonel Kum Siti Mulyaningsih, dan Kolonel Chk Arwin Makal, serta Panitera pengganti Mayor Chk Khairudin, dan Oditur Kolonel Laut (H) Wensaslaus Kapo. 

Baca Juga : Pengamanan TPS di Luar Negeri, Polri Berangkatkan 111 Anggota ke Enam Negara

Oditur, penasihat hukum, serta ketua dan hakim anggota, terus menggali keterangan dari para saksi. Khususnya mengenai asal-usul dana Dako dari perusahan swasta pemenang tender hingga para penerimanya. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan hakim maupun oditur sesuai dengan hasil keterangan para saksi yang sebelumnya telah diperiksa penyidik POM TNI termasuk keterangan dari para terdakwa. 

Saksi Aditya Dwi Setiarto yang merupakan PNS Basarnas sejak 2005 selaku tim teknis dalam pengadaan barang dan jasa di Basarnas, mengakui dirinya menerima bonus, insentif, hingga tunjangan hari raya (THR) dan uang munggahan dari Kepala Basarnas setiap tahunnya.  

“Ya, ada peningkatan kesejahteraan sejak Basarnas dipimpin pak HA. Saya menerima bonus dan insentif. Tapi saya tidak tahu ada istilah Dana Komando. Hanya menerima, tidak tahu berasal dari mana. Tahu Dako setelah ada kasus penangkapan OTT KPK dari media,” ungkapnya. 

Demikian pula saat ditanya terkait proses pengadaan barang dan jasa (tender). Aditya Dwi Setiarto menegaskan bahwa spesifikasi hasil pekerjaan yang dilakukan pihak ketiga pemenang tender sesuai dengan perencanaan. “Proses lelang sesuai dengan aturan mekanisme. Tidak ada tekanan dari atasan untuk memenangkan perusahaan tertentu,” ujarnya. 

Hal senada diakui Sestama Basarnas Dr. Abdul Haris Rifai. Orang penting nomor dua di Basarnas yang bekerja sejak 2009 ini mengaku setiap bulan menerima dana operasional untuk Sestama sebesar Rp50 juta. 

“Di lapangan, anggaran dari APBN untuk operasional penanganan bencana sangat terbatas. Asuransi, bantuan atau santunan untuk korban, semua dari anggaran yang diberikan Kepala Basarnas, soalnya tidak ada anggaran dari APBN. Seperti terjadi bencana gempa di Cianjur. Semua anggaran diwujudkan dalam program kerja. Kegiatan dulu terlaksana baru dana bisa dicairkan. Tapi saya tidak tahu anggaran dari mana, tahu anggaran itu Dako dari media,” bebernya. 

Tak berbeda Kasiminpers Dispers Denma Kodiklatau (Bp Smin Kabasarnas) Kapten Adm Ina Kusmina, Tenaga administrasi di Basarnas ini mengaku mendapat tambahan insentif untuk operasional. “Pemberian insentif ini juga diterima oleh semua pegawai yang besarannya sesuai dengan jabatan atau eselon,” imbuhnya. 

Adrian selaku Penasehat Hukum HA kembali menegaskan bahwa dari hasil persidangan hari ini terlihat bahwa memang tidak ada intervensi apapun dari HA selaku kabasarnas dalam proses pengadaan. Hal ini semakin meyakinkan kami selaku Penasehat Hukum HA bahwa tidak ada kewenangan dalam jabatan HA yang dipergunakan untuk melanggar proses pengadaan di Basarnas

Sementara itu, Penasehat Hukum HA menceritakan sekilas sepak terjang HA saat bertugas di Basarnas, bahwa uang dana operasional meningkat dari sebelumya, yang sekarang menjadi Rp50.000.000. Seluruhnya diperuntukan atau digunakan untuk menunjang operasional Basarnas di lapangan, sehingga dapat meningkatkan etos kerja dalam melaksanakan tugas. 

Menariknya lagi, anggaran yang telah dipotong oleh pemerintah akibat dampak pandemic Covid 19 saat itu, sebesar lebih dari 30% mampu di kelola dengan efektif dan efisien, hal ini dinyatakan dalam data laporan hasil kinerja Basarnas, namun kebijakan HA tetap mampu memenuhi tuntutan anak buahnya. 

Capaian HA lainnya saat menjabat sebagai Kepala Basarnas dalam segi perawatan alat utama SAR dapat melampaui kempimpinan Basarnas sebelumnya hingga dua kali lipat.

Seperti diberitakan sebelumnya, istilah Dako ini diduga sudah menjadi hal yang lumrah dan telah berjalan turun menurun di Basarnas kala itu, atau sudah berlaku sebelum kepemimpinan Kepala Basarnas Marsdya (Purn) Henri Alfiandi (HA). 

Mengutip perkataan HA beberapa waktu lalu, saat dirinya memimpin Basarnas, Dako tersebut digunakan untuk kepentingan nonbudgeter lembaga dan tidak untuk digunakan secara pribadi. “Justru ini merupakan hal terpuji seharusnya, dengan dana ini dapat mensejahterakan seluruh personel yang ada di Basarnas,” ucapnya. 

Menariknya, HA mengetahui seluruh uang (Dako) yang diduga sebagai suap ini masuk ke Basarnas secara rinci dan jelas tertulis dalam pembukuan keuangan di Basarnas

Handy Mehonk