JAKARTA, CEKLISSATU - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya mengetahui perusahaan -perusahan faasi yang menggunakan propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) pada obat sirop.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Impor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Sihard Hadjopan Pohan, merespon pernyataan BPOM yang mengatakan bahwa urusan importasi senyawa kimia seperti propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) ke dalam Indonesia, merupakan kewenangan Kemendag.

Menurut Pohan, PG dan PEG tersebut masuk ke Indonesia sebagai produk non-lartas alias bukan kategori larangan dan pembatasan. Dengan begitu, Kemendag meloloskan saja impor bahan baku tersebut.

Baca Juga : Alasan BPOM Tak Bisa Cek Cemaran di Obat Sirup

"Karena dia tidak termasuk lartas, ya lewat-lewat saja. BPOM yang tahu harusnya siapa saja produsen-produsen farmasi yang menggunakan barang itu. Sehingga kemarin ada opsi pengawasannya yang harus diketatkan dalam proses produksi," katanya, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu 2 November 2022.

PG dan PEG sendiri merupakan bahan baku pemicu gagal ginjal akut yang umumnya terjadi pada anak. Bahan baku tersebut tidak termasuk lartas, larangan pembatasan, jadi hanya perlu angka pengenalan impor (API), baik API-U untuk umum atau API-P untuk produsen.

Kemendag telah melakukan rapat dengan Bea Cukai pada Selasa 1 November 2022, terkait impor bahan baku tersebut ke depannya. Dua opsi yang ditawarkan, apakah ingin diluruskan atau sistem cross border.

"Kalau mau lartas, berarti ada usulan ke Kemendag lalu dibahas di Kemenko. Nanti baru dibuatkan Permendag tentang lartas terhadap itu," jelas Pohan.

Jika memilih opsi cross border, maka data surat keterangan impor (SKI) dari BPOM diperlukan. Karena BPOM yang tahu siapa saja perusahaan farmasi yang akan menggunakan produk PG dan PEG tersebut.

"Barang itu (PG dan PEG) kan untuk melarutkan, yang tahu siapa? Ya BPOM lah. Berapa besar untuk dilarutkan, untuk adukannya, dan seterusnya. Kita dari Kemendag kan gak paham," tegas Pohan.