JAKARTA, CEKLISSATU - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyebut, bahwa penerimaan pajak baru mencapai Rp760,4 atau 38,4 persen dari target APBN

Sri Mulyani mengatakan, itu artinya penerimaan pajak per Mei 2024 turun sebesar 8,4 persen. 

“Penurunan penerimaan pajak paling besar adalah PPh migas sebesar 20,64 persen menjadi Rp 29,31 triliun atau 38,38 persen dari target, kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTA, Kamis 27 Juni 2024.

Baca Juga : Bappenda Kabupaten Tanah Laut Belajar ke Bappenda Kabupaten Bogor Soal Pelayanan Pajak Daerah

Penurunan penerimaan pajak selanjutnya berasal dari Sri Mulyani menjelaskan, PPh nonmigas melambat 5,41 persen menjadi Rp 443,72 triliun atau 41,73 persen dari target. 

Selanjutnya adalah penurunan PBB dan pajak lainnya yang turun sebesar Rp5 triliun atau 15,03 persen. 

Sementara, lanjut Sri Mulyani, PPN dan PPnBM menguat 5,72 persen menjadi Rp 282,34 triliun atau 3,48 persen dari target.

Baca Juga : Dinilai Akan Berdampak Penurunan Omzet, Pengusaha di Bogor Tolak Kenaikan Pajak Hiburan 40 Persen

“Kenaikan ekonomi terlihat dari belanja, yang terpantau dari PPN dan PPnBM sebesar Rp282,34 triliun, atau naik 5,7 persen," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, anjloknya PPh nonmigas diakibatkan pelemahan harga komoditas, sehinggaperusahaan-perusahaan yang berada di sektor tambang mengalami penurunan keuntungan dibandingkan 2023.

“Artinya pembayaran pajak PPh nonmigas juga mengalami penurunan,” ungkap Sri Mulyani.

Baca Juga : Bapenda Kota Bogor Naikan Pajak Hiburan Sebesar 40 Persen

Sementara kontraksi PBB dan pajak lain terjadi karena tidak terjadi kembali pembayaran tagihan pada 2023.

Hal tersebut, kata dia, menjadi penerimaan sekali dan tidak terulang

Sri Mulyani menjelaskan, juga terjadi penurunan pajak PPh Migas. 

Baca Juga : APBN 2023 Mendekati Target, Sri Mulyani Mampu Sehatkan APBN Sendiri, Ekonomi, dan Lindungi Masyarakat

Hal itu karena adanya tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah, juga ketidakpuasan akan kinerja lifting migas nasional. 

“Produktovitas minyak dan gas Indonesia harus menjadi perhatian, karena adanya penurunan lifting,” tutup dia.