BOGOR, CEKLISSATU - Pemuda Nasionalis Bogor melakukan aksi unjuk rasa (unras) di depan kantor Pengadilan Agama (PA) Bogor Kelas 1A, Jalan KH. Abdullah bin Nuh, Kecamatan Bogor Barat, pada Rabu, 7 Desember 2022.

Pantuan di lapangan pukul 10.30 WIB, puluhan massa aksi meliputi pemuda, mahasiswa dan masyarakat ini tiba di PA Bogor dengan membawa mobil komando serta spanduk. Mereka berorasi lalu membakar sebuah ban bekas.

Koordinator Aksi, M. Fachri mengatakan, saat ini jaman semakin berkembang dan kejahatan pun semakin merajalela. Demikian pula dengan masalah pertanahan dan hak kepemilikan serta hak penguasaan tanah. 

Banyak mafia-mafia tanah yang sekarang melakukan tindakan melanggar aturan atau hukum demi meraih keuntungan pribadi, karena nilai ekonomis tanah di berbagai daerah kian meningkat. Apalagi pada daerah-daerah strategis yang memiliki nilai ekonomis sangat signifikan.

"Bahkan para mafia tanah tersebut tidak segan untuk bermain bersama oknum-oknum penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan juga berkolaborasi dengan preman-perman," ucapnya.

Fachri menceritakan bahwa sengketa lahan atau penguasaan lahan di wilayah Kelurahan Katulampa yang terkenal dengan tanah wakaf seluas kurang lebih 9 hektar sampai saat ini belum menemukan titik terang. 

Pihak ahli waris yang sah dari Almrhum Mangsoer RD. H. Dalem sedang menempuh segala upaya untuk dapat membuka tabir kebenaran yang sesungguhnya. Sebab pihak ahli waris ini merasa telah diambil hak subjektifnya oleh para mafia tanah, dan mafia peradilan, dimana pihak Pengadilan Agama Kota Bogor tiba-tiba akan melakukan eksekusi.

"Dikarenakan Pengadilan Agama Kota Bogor telah memenangkan pihak Yayasan Wiranata yang merasa memiliki wakaf dari Raden Adipati Wiranata pada tahun 1849. Banyak kejanggalan-kejanggalan atas fakta-fakta yang dimunculkan oleh pihak yayasan, banyak bukti-bukti yang dimunculkan akan tetapi tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," ungkap dia.

Baca Juga : Satreskrim Polres Bogor Ungkap Kasus Pencabulan Anak Dibawah Umur

"Dan proses eksekusi yang akan dilakukan oleh pihak Pengadilan Agama Kota Bogor pun tidak sesuai dengan aturan yang tedapat dalam hukum acara, dimana putusan Pengadilan Agama No. 1031/Pdt.G/2015/PA.Bgr yang saat ini menjadi senjata pihak Yayasan Wiranata untuk menguasai lahan adalah suatu putusan yang keliru,"paparnya.

Fachri menegaskan bahwa keputusan tersebut mengandung unsur "Ultra Petita" dan melampaui "Kewenangan Absolut" wilayah peradilan dikarenakan seharusnya pegadilan agama itu hanya mengurus mengenai proses wakafnya saja, bukan mengenai siapa yang berhak atas penguasaan lahan tersebut, karena itu merupakan ranah pengadilan negeri.

"Kami melihat potensi perbuatan melawan hukum pada proses penguasaan atas tanah milik ahli waris Mangsoer RD. H Dalem. Oleh karenanya, kami menyatakan sikap apabila Pihak Pengadilan Agama Bogor tetap melakukan eksekusi tanah wakaf atas dasar wakaf tahun 1849 yang kami nilai tidak logis menurut kacamata hukum," jelasnya.

Fachri memastikan dan meyakinkan bahwa pihak ahli waris Mangsoer RD. H Dalem menolak keras sampai kapanpun. Adapun tuntutan dalam aksi yakni menuntut penghentian eksekusi tanah waris Almarhum Mangsoer RD. H Dalem. Mahkamah Agung untuk mencopot Ketua Pengadilan Negeri Bogor. KPK dan Komisi Yudisial memeriksa dan menyelidiki potensi dugaan persekongkolan jahat pada Pengadilan Agama Bogor.

"Aparat penegak hukum untuk memeriksa para nadzir yayasan wiranata dalam dugaan otak mafia tanah dan aparat penegak hukum untuk memeriksa dugaan sindikat mafia tanah lurah Katulampa dan KUA Sukaraja," katanya.

Sementara itu, Humas PA Bogor Kelas 1A, Hermansyah mengaku, belum ada jadwal terkait eksekusi lahan tanah wakaf yang berada di wilayah Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

Disinggung adanya mafia tanah, Hermansyah menegaskan secara prinsip dasar pengadilan itu bekerja secara profesional, pihaknya terikat pada bukan material hukum dan formil tetapi kode etik. 

"Makanya sepanjang ada indikasi seperti itu silahkan di laporkan. Tapi prinsip dasar kami melaksanakan persidangan sampai ada putusan sampai dikuatkan oleh mahkamah agung itu secara profesional. Itu sesuai hukum yang belaku," ujarnya.

Inti permasalahannya, kata Hermansyah, mengenai sengketa tanah wakaf. Jadi pada tahun 1849 itu terjadi peralihan hak dengan cara wakaf oleh satu orang kepada orang lain, kemudian tanah wakaf ini di klaim sebagai milik A, milik B dan seterusnya.

"Ini adalah salah satu ahli waris yang merasa memiliki tanah itu. Bagaimana menentukan itu harus melalui proses persidangan sampai ada putusan karena semua itu berdasarkan bukti," pungkasnya.